Jikagambar makhluk bernyawa ini diharamkan secara mutlak, tentu akan ada riwayat hadis tentang pengharaman koin dinar dan dirham yang bergambar kepala raja-raja Romawi dan Persia. 4. Penasfiran Yang Berbeda. Nabi SAW bersabda:إ هن أشهد النها مس عذابًً عندَ اهمللَّ يومَ القياممة المص مورونَ
Ilustrasi Hukum Menggambar Makhluk Bernyawa. Foto adalah sebuah proses kreasi untuk menciptakan karya seni dua dimensi. Dalam ajaran Islam, menggambar menjadi salah satu hal yang diatur soal pelaksanaannya. Jika menyalahi aturan, hukumnya pun bisa berubah menjadi dari buku Menggambar Kucing Besar dengan Pensil Predator karangan Veri Apriyatno, menggambar merupakan sebuah proses eksplorasi kreativitas untuk mengekspresikan gambar, seseorang dapat menuangkan gagasan yang tidak dapat diungkapkan lewat media lain. Karenanya, menggambar tidak hanya menciptakan karya seni yang dapat dinikmati orang lain, namun juga dapat menjadi media aktualisasi diri seorang dari buku Jejak seni dalam Sejarah Islam karangan Febri Yulika, perkembangan seni lukis dalam Islam tidaklah sesukses perkembangan seni rupa lainnya. Itu karena minimnya perhatian seniman Islam yang mempelajari seni lukis. Mereka lebih banyak menuangkan perhatiannya pada bidang seni lain, misalnya seni bangunan, seni hias, seni kerajinan dan seni saat itu, muncul berbagai pendapat serta pembahasan dari ulama dan pakar Islam mengenai boleh atau tidaknya menggambar atau melukis makhluk bernyawa tashwir. Bagaimana sebenarnya hukum menggambar makhluk bernyawa dalam Islam?Ilustrasi Hukum Menggambar Makhluk Bernyawa. Foto Menggambar Makhluk Bernyawa dalam IslamDalam buku Jejak seni dalam Sejarah Islam karangan Febri Yulika dijelaskan, terdapat petunjuk tentang larangan menggambar makhluk bernyawa dalam sebuah hadits. Disebutkan bahwa Rasulullah SAW melarang pembuatan gambar shuwar dan patung tamatsil, karena dapat memberikan mudharat perbuatan dosa besar yang disebabkan penyekutuan Allah SWT sebagai Maha dari buku CAAP JAY Cukupkan Amalan Agama Pasti Jayalah Akherat Yad karangan Beny Harjad, para ulama sepakat bahwa hukum menggambar makhluk bernyawa adalah haram. Hukum haram ini berlaku untuk binatang dan manusia, sedangkan menggambar tumbuhan tidak bernyawa hukumnya Hukum Menggambar Makhluk Bernyawa. Foto tentang Hukum Menggambar Makhluk BernyawaDisadur dari buku Jejak seni dalam Sejarah Islam karangan Febri Yulika dan CAAP JAY Cukupkan Amalan Agama Pasti Jayalah Akherat Yad karangan Beny Harjad, berikut beberapa hadits tentang larangan menggambar makhluk hidup dalam Islam.“Barangsiapa menggambar suatu gambar dari sesuatu yang bernyawa di dunia, maka dia akan diminta meniupkan ruh kepada gambarnya itu kelak di hari akhir, sedangkan dia tidak kuasa untuk meniupkannya.” HR. Bukhari“Sesungguhnya diantara manusia yang paling besar siksanya di hari kiamat adalah orang-orang yang menggambar makhluk yang bernyawa.” Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, bab Tashwiir“Setiap orang yang menggambar berada di neraka yang akan dijadikan untuknya tiap-tiap gambar yang ia gambar itu dalam bentuk jiwa yang akan menyiksa dia di neraka.” HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim
HukumMembuat Patung. Shuwar (gambar) dibagi menjadi dua macam yaitu bentuk 2 dimensi dan bentuk 3 dimensi (patung). Yang kita bahas adalah jenis yang terakhir. Mengenai hukum membuat bentuk tiga dimensi (patung), mayoritas ulama -selain Malikiyah- mengharamkannya karena berdalil dengan dalil-dalil di atas. Dikecualikan untuk mainan anak-anak
Pertanyaan Saya mendapat kesulitan menjelaskan kepada salah seorang saudara saya seiman bahwa membuat patung itu hukumnya haram dan tidak Islami. Jawabanya, bahwa wanita yang akan dibuatkan patungnya termasuk pahlawan kebangsaan. Karena ia berperang melawan kaum muslimin demi membela negaranya. Ia masih termasuk nenek teman saya itu di masa sebelum masuknya Islam. Apakah mungkin bagi seorang mukmin untuk menyembah patung? Atau membuat patung untuk mengingat jasa-jasanya sebagai pahlawan? Sampai apabila pahwalan itu bukanlah seorang muslim? Teks Jawaban Pertama, bisa dipahami dari pertanyaan tersebut bahwa kemungkaran perbuatan tersebut karena keberadaan asal patung itu adalah orang kafir. Artinya, bila itu dibuat sebagai patung dari orang muslim, itu boleh. Yang demikian itu adalah keliru. Segala bentuk patung benda bernyawa adalah haram. Tidak ada bedanya antara patung yang dibuat meniru jasad orang muslim atau kafir, semuanya sama haramnya. Akan tetapi membuat patung orang kafir itu lebih haram lagi, karena di situ terkumpul dua bentuk keburukan; keburukan membuat patung, dan keburukan mengagungkan orang kafir. Berikut ini rincian persoalan haramnya patung dan monumen. 1. Persoalan membuat patung, tidak berhenti hanya sekedar sebagai persoalan fikih saja, tetapi berlanjut sampai pada persoalan aqidah. Karena Allah lah yang hanya memiliki kekhususan untuk menciptakan makhluk-Nya dengan bentuk yang terbaik. Melukis atau mematung berarti upaya meniru ciptaan Allah. Masalah ini juga berkaitan dengan akidah dari sisi bahwa terkadang patung-patung itu menjadi sesembahan selain Allah. Di antara buktinya adalah bahwa membentuk makhluk itu adalah perbuatan Allah Ta'ala adalah dalil-dalil berikut a. Firman Allah "Dialah yang membentuk kamu dalam rahim sebagaimana dikehendaki-Nya.." QS. Ali Imran 6 Demikian juga firman Allah "Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu Adam, lalu Kami bentuk tubuhmu, kemudian Kami katakan kepada para malaikat"Bersujudlah kamu kepada Adam".." QS. Al-A'raaf 11 Juga firman Allah "Dia-lah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai Nama-Nama Yang Paling baik.." QS. Al-Hasyr 24 Juga firman Allah "Hai manusia, apakah yang telah memperdayakan kamu berbuat durhaka terhadap Rabbmu Yang Maha Pemurah. Yang telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan susunan tubuhmu seimbang, dalam bentuk apa saja yang Dia kehendaki, Dia menyusun tubuhmu.." QS. Al-Infithaar 6-8 Seluruh ayat diatas menetapkan akidah yang tidak diragukan lagi bahwa membuat bentuk makhluk adalah merupakan hak Rabb sebagai Pencipta dan Pemberi bentuk. Tidak ada hak bagi seseorang untuk bersikap lancang berusaha menandingi Allah dalam mencipta dan membentuk. b. Dari Aisyah Ummul Mukminin, Ummu Habibah dan Ummu Salamah menyebutkan tentang gereja yang pernah mereka lihat di Habasyah. Di dalamnya terdapat berbagai lukisan. Mereka menceritakannya kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Maka beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda "Kebiasaan orang-orang seperti mereka, apabila ada salah di antara mereka yang meninggal dunia, akan mereka dirikan masjid di atas kuburan mereka, lalu mereka buat lukisan-lukisan tersebut. Mereka adalah sejahat-jahatnya makhluk di sisi Allah di Hari Kiamat nanti." HR. Al-Bukhari 416 dan Muslim 528 Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata "Hadits tersebut mengandung pengharaman terhadap lukisan." Fathul Baari I 525 An-Nawawi berkata "Para ulama, termasuk sahabat-sahabat kami menyatakan bahwa melukis banda-benda hidup hukumnya adalah haram seharam-haramnya; termasuk kategori dosa besar, karena sudah terkena ancaman yang disebutkan dalam banyak hadits. Tidak ada bedanya antara gambar yang bukan hiasan atau yang berupa hiasan, membuatnya tetap haram hukumnya, kapan dan di manapun juga. Karena itu merupakan sikap meniru-niru ciptaan Allah Ta'ala. Tak juga beda antara gambar di kaus, karpet, uang logam maupun kertas, cawan, dinding dan yang lainnya. Adapun menggambar pepohonan, pelana unta dan sejenisnya yang tidak mengandung benda-benda bernyawa, hukumnya tidak haram. Demikianlah hukum dari melukis benda hidup." Lihat Syarah Muslim XIV 81 c. Dari Said bin Abul Hasan diriwayatkan bahwa ia menceritakan Saya pernah duduk dalam majelis Ibnu Abbas Radhiallahu 'anhuma. Tiba-tiba datang seorang lelaki bertanya "Wahai Abu Abbas! Saya ini orang yang kerjanya cuma dengan cara ini. Saya seorang pelukis." Ibnu Abbas Radhiallahu 'anhuma menjawab "Saya hanya akan memberitahukan kepadamu apa yang kudengar dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Aku pernah mendengar beliau bersabda "Barangsiapa yang melukis gambar, pasti akan disiksa oleh Allah sampai ia mampu meniupkan ruh ke dalam gambar-gambar tersebut. Padahal ia tidak akan mampu meniupkan ruh tersebut selamanya." Serta merta lelaki tadi merangkak dengan susah payah, wajahnya memucat. Maka Ibnu Abbas berkata "Kalau kamu masih membandel, silakan kamu menggambar pepohonan dan segala sesuatu yang tidak bernyawa." HR. Al-Bukhari 2112 dan Muslim 2110 d. Dari Abdullah bin Mas'ud Radhiallahu 'anhu diriwayatkan bahwa ia menceritakan Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda "Sesungguhnya orang yang paling berat siksanya di Hari Kiamat nanti adalah para pelukis." HR. Al-Bukhari 5606 dan Muslim 2109 e. Dari Abdullah bin Amru bin Aash Radhiallahu 'anhu diriwayatkan bahwa ia menceritakan bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda "Sesungguhnya orang-orang yang membuat lukisan ini akan disiksa di hari kiamat nanti, lalu diperintahkan kepada mereka "Hidupkan apa yang kalian ciptakan itu." HR. Al-Bukhari 5607 dan Muslim 2108. f. Dari Abu Hurairah Radhiallahu 'anhu diriwayatkan bahwa ia pernah masuk ke Al-Madinah. Tiba-tiba ia lihat di bagian atas kota tersebut terdapat lukisan. Maka ia berkata Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda menceritakan firman Allah "Tidak ada yang lebih zhalim dari orang yang menciptakan sesuatu meniru ciptaan-Ku. Coba mereka coba menciptakan biji-bijian atau sebiji dzarrah!" HR. Al-Bukhari 5609 dan Muslim 2111. Iman An-Nawawi menyatakan "Sabda beliau "Coba mereka coba menciptakan biji-bijian atau sebiji dzarrah!" arti coba mereka menciptakan biji dzarrah yang bernyawa dan beraktivitas sendiri sebagaimana yang diciptakan oleh Allah. Demikian juga, coba mereka menciptakan biji gandum dan sejenisnya yang memiliki rasa, dapat dimakan, ditanam dan tumbuh, serta memiliki segala kriteria yang terdapat dalam biji gandum dan berbagai jenis biji-bijian lain yang diciptakan oleh Allah. Perintah itu untuk menunjukkan ketidakmampuan manusia melakukannya sebagaimana dijelaskan sebelumnya." Lihat Syarah Muslim oleh An-Nawawi XIV 90. Karena yang mampu menciptakan biji-bijian yang hidup dari sebelumnya tidak ada hanyalah Allah Subhanahu wa Ta'ala. g. Dari Abu Jahfah diriwayatkan bahwa ia menceritakan Rasulullah melarang menjual anjing dan darah, melarang orang membuat tato atau dibuatkan tato, melarang orang yang memberi dan memakan riba, dan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam juga melaknat para pelukis benda hidup." HR. Al-Bukhari 1980. 2. Syariat Islam telah memerintahkan berhala-berhala untuk dihancurkan dan dibumihanguskan, bukan dibuat dan dilestarikan. Dalil yang membuktikan hal itu adalah sebagai berikut a. Dari Abdullah bin Mas'ud diriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah masuk kota Mekkah. Kala itu disekitar Ka'bah terdapat tiga ratus enam puluh patung. Beliau langsung menusuk patung-patung itu dengan kayu seraya bersabda "Telah datang kebenaran, dan hancurlah kebatilan.." HR. Al-Bukhari 2346 dan Muslim 1781. b. Dari Abul Hayyaz Al-Asadi diriwayatkan bahwa ia menceritakan Ali bin Abi Thalib Radhiallahu 'anhu pernah berkata Aku akan mengutusmu sebagaimana dahulu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah mengutusku. Tugasmu adalah setiap kali engkau mendapatkan patung, hendaknya engkau menghancurkannya. Dan setiap engkau mendapatkan kuburan yang ditinggikan, hendaknya engkau meratakannya dengan tanah." Dalam riwayat lain "Dan setiap engkau mendapatkan lukisan benda hidup, hendaknya engkaupun menghancurkannya." HR. Al-Muslim 969. Ibnul Qayyim menandaskan "Tamatsil dalam bahasa Arab adalah jamak dari kata timsal, yakni gambar tiga dimensi patung dan sejenisnya." Lihat Al-Fawa-id hal. 196. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menyatakan "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan segala gambar tiga dimensi yakni patung dari orang mati, atau patung yang dibangun di atas kuburan agar dihancurkan, karena keduanya dapat menimbulkan kemusyrikan." Majmu' Al-Fatawa 462 17 3. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah mengancam orang yang memiliki lukisan benda hidup agar tidak memasukkannya ke dalam rumah. Beliau menyebutkan dosa-dosa akibat perbuatan tersebut, serta kebaikan yang hilang karena keberadaan lukisan tersebut. Di antara dalil-dalilnya a. Dari Abu Thalhah diriwayatkan bahwa ia berkata Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda "Sesungguhnya para malaikat itu tidak akan masuk rumah yang di dalamnya ada anjing atau lukisan benda hidup." HR. Al-Bukhari 3053 dan Muslim 2106. b. Dari Aisyah Ummul Mukminin Radhiallahu 'anha bahwa ia menceritakan pernah membeli sebuah bantal yang ada gambarnya. Ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melihatnya, beliau langsung berdiri saja di depan pintu rumahnya dan tidak mau masuk. Aisyah bisa melihat ketidaksenangan di wajah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Maka ia bertanya "Wahai Rasulullah! Aku bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan kepada Rasul-Nya. Dosa apakah gerangan yang telah kulakukan?" Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab "Dari mana engkau dapatkan bantal ini?" Aisyah menjawab "Aku yang membelinya untuk engkau gunakan duduk-duduk dan bersandar." Maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersaba "Sesungguhnya orang-orang yang melukis benda-benda hidup ini akan disiksa di Hari Kiamat nanti. Dikatakan kepada mereka "Coba kalian hidupkan lukisan-lukisan yang kalian buat itu!" Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam melanjutkan "Sesungguhnya rumah yang ada gambar semacam itu tidak akan dimasuki oleh para malaikat." HR. Al-Bukhari 1999 dan Muslim 2107. 4. Membuat lukisan termasuk jalan yang menghantarkan kepada perbuatan syirik. Karena perbuatan syirik itu dimulai dengan penghormatan terhadap gambar atau lukisan tersebut, terutama dengan sedikitnya ilmu, atau bahkan tanpa ilmu sama sekali. Di antara dalilnya adalah a. Dari Ibnu Abbas Radhiallahu 'anhuma diriwayatkan bahwa beliau menceritakan "Berhala-berhala yang dahulu ada di kalangan umat Nabi Nuh, akhirnya berpindah ke negeri Arab pada masa selanjutnya. Adapun berhala Wudd, ada di Daumatul Jandal. Berhala Suwaa', ada di kalangan Bani Hudzail. Sementara Yaghuts ada di kalangan Bani Ghatthaf di daerah Jauf di Saba. Ya'uq adalah milik Bani Hamdaan. Sementara berhala Nashr menjadi milik Humair, dari keluarga Dzil Kilaa'. Mereka pada asalnya adalah orang-orang shalih dari umat Nabi Nuh. Setelah mereka meninggal dunia, syetan membisikkan kepada kaumnya agar membuat patung mereka di majelis-majelis yang biasa mereka hadiri, menamakan patung-patung itu dengan nama mereka. Merekapun mengerjakan apa yang dibisikkan oleh syetan tersebut. Pada awalnya, patung-patung itu tidaklah disembah. Tetapi setelah mereka meninggal dunia pula, ilmu tentang perkara itupun sudah tidak diketahui lagi, akhirnya patung-patung itupun disembah. HR. Al-Bukhari 4636 Syaikul Islam Ibnu Taimiyyah menegaskan "Demikian juga halnya dengan Al-Laata. Sebab ia disembah adalah pengaggungan terhadap kuburan orang yang dianggap shalih yang menjadi kebiasaan di kala itu." Lihat Iqtidhaa-ush Shiratil Mustaqiem II 333. Beliau melanjutkan "Sebab ini yakni pengagunganyang akhirnya menjadi alasan syariat melarang membuat patung. Itulah yang telah menjerumuskan banyak umat ke dalam syirik besar, atau syirik yang lebih kecil dari itu." Shiratil Mustaqiem II 334 Ibnul Qayyim -Rahimahullah- menjelaskan tentang permainan syetan terhadap orang-orang Nashrani "Syetan mempermainkan mereka sehingga mereka mau membuat lukisan-lukisan di gereja-gereja mereka. Tidak akan kita dapatkan di gereja mereka yang manapun yang tidak terdapat lukisan Maryam, Masih, Georgea, Petrus dan yang lainnya dari kalangan yang menurut mereka adalah orang-orang suci. Kebanyakan mereka akhirnya bersujud kepada lukisan-lukisan tersebut, meminta doa kepada mereka selain juga kepada Allah. Melalui jalan Aleksanderia, telah ditulis sepucuk surat kepada Raja Romawi yang menjelaskan alasan kenapa mereka bersujud kepada lukisan-lukisan tersebut. Mereka mengisahkan bahwa Allah pernah memerintahkan Nabi Musa untuk membuat lukisan Sarwis di kuburan Az-Zaman. Sulaiman bin Dawud ketika membuat semacam candi, juga membuat gambar Sarwis dari emas, lalu beliau pasang dalam candi tersebut." Dalam surat yang sama disebutkan "Permisalan dari perbuatan ini adalah seperti seorang raja yang menulis surat kepada para bawahannya. Si bawahan mengambil surat tersebut, menciumnya dan meletakkanya di dinding, lalu ia berdiri menghormatinya. Penghormatan itu bukanlah untuk kertas tersebut, juga bukan untuk tinta pada kertas itu, tetapi untuk sang raja. Demikian juga sujud kepada lukisan itu bukanlah penghormatan terhadap warna dan cat lukisan tersebut, tetapi kepada pemilik nama yang tergambar pada lukisan itu." Padahal dengan cara itu pulalah, terjadi berbagai penyembahan berhala yang ada." Ighatsatul Lahfaan II 292 Ibnul Qayyim juga menyatakan "Kebanyakan syirik yang terjadi di tengah umat berasal dari lukisan-lukisan dan kuburan-kuburan itu." Zadul Ma'aad III 458 5. Dari ayat-ayat dan hadits-hadits terdahulu terbukti bahwa alasan diharamkannnya lukisan itu ada tigaPertama Meniru ciptaan Meniru perbuatan orang-orang Merupakan sarana pengagungan yang akhirnya menjerumuskan kepada perbuatan syirik. Dari semua penjelasan terdahulu juga terbukti diharamkannya membuat patung, baik itu patung orang muslim atau kafir. Orang yang membuatnya berarti telah berusaha meniru ciptaan Allah. Ia berhak mendapatkan laknat. Kita memohon kepada Allah keselamatan dan hidayah. Semoga shalawat dan salam dilimpahkan oleh Allah kepada Nabi kita Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam.
yanagbisa menciptakan seni itu sendiri, pada hadist nabi jelas bahwa rnabi Muhammad tidak anti akan seni dan kesenian. Yang digambarkan di beberapa hadist hadist yang lainnya dari bebrapa periwayatnya. (Muhammadiyah, 2016) 2. Kelompok Yang Tidak Memporbolehkan Pada zaman umat-umat terdahulu, terdapat tradisi membuat gambar-gambar atau
Nilai seni dalam Islam sangat mendapat penghargaan yang tinggi bahkan selalu mendapat dukungan yang positif dari lingkungan kehidupan warga muslim. Dan tidak benar seperti yang dikatakan oleh para Orientalis bahwa Islam sebagai agama konservatif yang tidak mengakui seni. Islam adalah agama fitrah dan seni juga termasuk fitrah maka sangat mustahil jika Islam tidak mengakui seni. Semua jenis dan corak seni baik seni rupa, seni sastra maupun seni musik selalu mendapat dukungan positif dalam perkembangan kemajuan sejarah umat Islam. Syarat terpenting untuk mendapatkan dukungan positif dari umat, nilai seni tersebut harus menunjukkan nilai akhlak dan peradaban yang baik, santun dan saling mencintai nilai-nilai religius yang ada dalam Islam. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Islam Futura, Vol. VII, Tahun 2008 Eka Safliana SENI DALAM PERSPEKTIF ISLAM Oleh Eka Safliana Mahasiswa Pascasarjana IAIN Ar-Raniry Abstrak Nilai seni dalam Islam sangat mendapat penghargaan yang tinggi bahkan selalu mendapat dukungan yang positif dari lingkungan kehidupan warga muslim. Dan tidak benar seperti yang dikatakan oleh para Orientalis bahwa Islam sebagai agama konservatif yang tidak mengakui seni. Islam adalah agama fitrah dan seni juga termasuk fitrah maka sangat mustahil jika Islam tidak mengakui seni. Semua jenis dan corak seni baik seni rupa, seni sastra maupun seni musik selalu mendapat dukungan positif dalam perkembangan kemajuan sejarah umat Islam. Syarat terpenting untuk mendapatkan dukungan positif dari umat, nilai seni tersebut harus menunjukkan nilai akhlak dan peradaban yang baik, santun dan saling mencintai nilai-nilai religius yang ada dalam Islam. Kata Kuci Islam, Seni Seni adalah keindahan. Ia merupakan ekspresi ruh dan budaya manusia yang mengandung dan mengungkapkan keindahan. Ia lahir dari sisi terdalam manusia didorong oleh kecenderungan seniman kepada yang indah, apapun jenis keindahan itu. Dorongan tersebut merupakan naluri manusia atau fitrah yang dianugerahkan Allah kepada berseni merupakan salah satu perbedaan manusia dengan makhluk lain. Dengan demikian Islam sangat mendukung kesenian selama penampilannya lahir dan mendukung fitrah manusia yang suci, dan karena itu pula Islam bertemu dengan seni dalam jiwa manusia, sebagaimana seni ditemukan oleh jiwa manusia dalam Islam. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an Tafsir Maudhu’i Atas Berbagai Persoalan Umat, Cet III Bandung Mizan, 1996 Islam Futura, Vol. VII, Tahun 2008 Eka Safliana Dan latar belakang di atas yang menjadi permasalahan bagaimana pandangan Islam terhadap seni, lebih lanjut mengenai hal ini akan kita lihat dalam pembahasan berikut ini. Pengertian Seni Pengertian Seni menurut berbagai sumber adalah sebagai berikutMenurut Ki Hajar Dewantara seni adalah segala perbuatan manusia yang timbul dari hidup perasaannya dan bersifat indah hingga dapat menggerakkan jiwa perasaan manusia. Seni menurut Suwaji Bastami adalah aktivitas batin dengan pengalaman estetik yang dinyatakan dalam bentuk agung yang mempunyai daya membangkitkan rasa takjub dan haru. Agung merupakan pengejawantahan pribadi kreatif yang telah matang dan masak. Takjub adalah getaran emosi yang terjadi karena adanya rangsangan yang kuat dari sesuatu yang agung sedangkan haru adalah rasa yang dimiliki atau dimulai dari simpati yang kemudian dilebur menjadi terpesona dan akhirnya memuncak menjadi haru. Sudarmadji mengatakan bahwa seni adalah segala manifestasi batin dan pengalaman estetis dengan menggunakan media garis, bidang, warna, tekstur, volume dan gelap terang. Seni menurut Schopenhauer bertolak dari seni musik adalah sesuai usaha untuk menciptakan bentuk-bentuk yang menyenangkan. Seni menurut ensiklopedia Indonesia adalah penciptaan segala hal atau benda yang karena keindahannya orang senang melihatnya atau membenarkannya. Dari pendapat-pendapat di atas diketahui bahwa pada dasarnya seni merupakan hasil kegiatan rohani atau aktivitas batin yang direfleksikan dalam bentuk karya yang pada akhirnya dapat membangkitkan perasaan orang lain yang melihatnya. Karya seni menimbulkan reaksi. Penikmat seni tidak hanya menikmati karya seni yang dihadapinya, tetap juga dituntun untuk memberikan suatu reaksi. Tim Abdi Guru, Kerajinan Tangan dan kesenian untuk SLTP Jakarta Erlanga,2003 hal. 3 Islam Futura, Vol. VII, Tahun 2008 Eka Safliana Cabang-Cabang Seni Bila dilihat dari keanekaragaman seni maka seni dapat dibagi menjadi berbagai macam yaitu 1. Seni musik atau seni suara Seni musik instrumental art adalah bidang seni yang berhubungan dengan alat-alat musik dan irama yang keluar dari alat musik tersebut. Bidang ini membahas cara, menggunakan instrumen musik. Masing-masing alat musik memiliki nada tertentu. Di samping itu seni musik juga membahas cara membuat not dan bermacam aliran musik. Misalnya musik vokal. 2. Seni tari atau gerak Seni tari adalah seni yang menggerakkan tubuh secara berirama dengan iringan musik. Gerakannya dapat dinikmati sekedar dinikmati sendiri. 3. Seni drama Seni drama mempunyai persamaan dengan seni tari yakni mempunyai unsur. Gerak dalam seni drama merupakan gerak makna atau gerak akting action. Salah satu seni drama yaitu pantomim yang merupakan gerak dan ucapan dalam rangkaian seni drama. 4. Seni rupa Seni rupa adalah seni yang ada rupa menjadinya, yang dapat di serap dengan menggunakan indra penglihatan atau segala manifestasi batin dan pengalaman etika dengan media garis, bidang warna, tekstur, volume dan gelap terang Berdasarkan kegunaannya seni rupa dapat dibagi dua yaitu Seni pakai cappilied art / usutul Art Dikatakan seni pakai karena hasil karya seni tersebut selain dapat dinikmati mutu seninya juga dapat digunakan untuk kehidupan sehari-hari misalnya bidang seni keramik, ukir dan anyaman. Seni murni fine Art Karya seni murni adalah suatu jenis karya seni yang diciptakan tanpa adanya hubungan atau kaitan dengan kegunaan, melainkan hanya untuk dinikmati misalnya karya seni lukis, kaligrafi dan lain-lain. Islam Futura, Vol. VII, Tahun 2008 Eka Safliana Seni dalam Perspektif Islam 1 Pandangan Islam terhadap seni musik, tari dan seni rupa Seni dalam pandangan Nabi Muhammad SAW merupakan suatu hal yang diperbolehkan. Banyak hadis yang menerangkan tentang ketertarikan, penegasan dan kecenderungan Nabi dalam menikmati seni. Bahkan sejumlah hadis dengan perawi, sanad dan matan yang sahih menerangkan serta mengaktualisasikan sejumlah kejadian dan momen-moment di mana Rasul ikut mengekspresikan nilai-nilai ekstetika bermain musik. Seperti didapati dalam hadis, dari Aisyah ra, ia berkata dua gadis perempuan budak sedang menyanyikan sebuah nyanyian seraya memukul gendang, kulihat Rasulullah berbaring tetapi dengan memalingkan mukanya. Pada saat itu Abu Bakar masuk dan ia marah kepada saya katanya “di tempat Nabi ada seruling saitan? ” mendengar hal tersebut Rasul berkata “ biarkanlah keduanya wahai Abu Bakar.” Tatkala Abu Bakar tidak memperhatikan lagi maka saya suruh kedua budak itu keluar. Waktu itu adalah hari raya di mana orang-orang Sudan sedang menari dengan memainkan alat-alat penangkis dan senjata perangnya HR. Bukhari.Dari hadis di atas dapat diketahui bahwa Rasulullah SAW tidak melarang dalam mengekspresikan seni dan musik, dengan syarat nyanyian yang dilantunkan mestilah berisikan hal-hal yang ma’ruf tidak mengarah kepada lantunan kemaksiatan. Hadis tersebut juga sebagai landasan para ulama yang membolehkan nyanyian dan musik. Dalam riwayat yang lain juga yang bersumber dari Aisyah bahwa ia pernah mengawinkan seorang wanita dengan seorang laki-laki dari kalangan Anshar. Maka Nabi SAW bersabda “ Hai Aisyah, tidak adakah padamu hiburan nyanyian karena sesungguhnya orang-orang Anshar senang dengan hiburan”HR. Bukhari.Dari hadis diatas dapat disimpulkan bahwa Rasulullah membolehkan seseorang menyanyi dan memainkan alat musik tetapi kebolehan itu hanya ada pada acara pesta perkawinan, khitanan, ketika Abdurrahman Al-BAghdadi, Seni dalam Pandangan Islam Seni Vokal, Musik dan Tari, Cet. I Jakarta Insani Pres, 1991 hal. 13. Abdurrahman, Seni ..., hal 16. Islam Futura, Vol. VII, Tahun 2008 Eka Safliana menyebut tamu baru datang, memuji-muji orang yang mati syahid dalam perang dan menyambut kedatangan hari raya. Keikutsertaan Rasulullah Saw dan Aisyah dalam menyaksikan penampilan dua budak wanita dari Sudan dengan nyanyian dan kebolehan nyanyian dan musik dalam Islam, seandainya beliau melihat bahwa nyanyian dan musik itu sebagai sesuatu yang dilarang dalam Islam pasti beliau dengan tegas memerintahkan untuk menghentikan nyanyian tersebut. Begitu pula dengan seni rupa yang telah ada pada zaman dulu dan sampai sekarang yang kita lihat dari munculnya kaligrafi dalam berbagai bentuk dan corak. Seni rupa ini terdapat pada penulisan ayat-ayat suci dengan gaya penulisan yang bermacam khat Nashk, Ri’ah, Tsuluts dll. Sehingga pada saat ditampilkan ke tengah khalayak ramai dapat menimbulkan kekayaan rasa cipta dan khayal seni untuk meningkatkan nilai ibadah kepada Allah SWT dan juga rasa cinta kepada faktor yang menyebabkan nyanyian halal menjadi haram sebagai yang disebutkan oleh Imam Al-Ghazali yaitu ada lima faktor yang menyebabkan nyanyian halal menjadi haram. Faktor penyanyi Yaitu pelakuannya adalah wanita yang tidak halal untuk dilihat. Dengan mendengarkan suara seseorang dikhawatirkan bisa terkena fitnah Faktor alat Yakni alat yang dipergunakan itu sudah menjadi simbol para pemabuk atau pelaku kemaksiatan Faktor kandungan syair yakni jika ia berbisikan kata kotor, keji dan caci maki atau kedustaan kepada Allah dan Rasulnya serta para sahabat. Demikian pula syair lagu yang mengeksploitasi keindahan tubuh wanita dihadapan laki-laki karena hal ini akan menggangu pikirannya yang membuat ia durhaka kepada Allah. Faktor pandangan Sirajuddin, Seni Kaligrafi Islam, Jakarta Pustaka Panjimas, 1995 Yusuf Qardhawi, Islam Bicara Seni, Penerj, Wahid Ahmadi, dkk, Cet III Solo Era Intermedia, 2004 hal 111-114. Islam Futura, Vol. VII, Tahun 2008 Eka Safliana Yakni si pendengar memiliki nafsu yang mudah bangkit utamanya anak muda maka baginya haram mendengarkan lagu-lagu yang menggambarkan keindahan wanita. Faktor keawaman Yakni orang yang lezat dan nikmat dalam mendengarkan musik sehingga ia lupa akan kewajibannya dan menyia-nyiakan waktu. 2. Seni Islam Islam sebagai agama yang mengajarkan realistis, selalu memperhatikan tabiat dan kebutuhan manusia baik jasmani maupun rohani akan rasa dan perasaan. Sesuai dengan kebutuhan manusia dalam batasan keseimbangan. Jika olahraga kebutuhan jasmani beribadah kebutuhan rohani, ilmu pengetahuan sebagai kebutuhan akal, seni merupakan kebutuhan rasa intuisi yakni seni yang dapat mengangkat derajat dan kemuliaan manusia bukan seni yang dapat menjerumuskan manusia dalam kehinaan. Tentang landasan berkeseniaan Oliver Leaman berpandangan bahwa seni Islam dilihat sebagai seni sangat dipengaruhi oleh agama Islam, sedangkan bagi agama-agama lain justru kurang terkait dengan agama sebab Agama tidak memiliki arti yang demikian besar bagi mereka. Ismail Raji al-Faraqi dalam bukunya Cultural Atlas of Islam 1986 secara lugas mengatakan seni Islam tidak lain adalah seni Qur’ani. Seni Islam berlandasakan pengetahuan yang diilhami nilai spiritual oleh para tokoh tradisional seni Islam disebut hikmah atau kearifan. Apakah seni Islam harus berbicara tentang Islam? Dengan tegas M. Qutub menafikannya. Kesenian Islam tidak harus berupa nasehat langsung atau anjuran berbuat kebajikan. Bukan juga penampilan abstrak tentang Aqidah, tetapi seni Isalm adalah seni yang mengambarkan wujud tentang “bahasa” yang indah serta sesuai dengan cetusan fitrah. Seni Islam adalah ekspresi tentang keindahan wujud dari sisi pandangan Islam tentang alam, hidup dan manusia yang mengantar menuju pertemuan sempurna antara kebenaran dan keindahan. Pandangan ini mengimplikasikan adanya tujuan dan fungsi kesenian dalam konsep Hadi WM menyatakan setidaknya Islam Futura, Vol. VII, Tahun 2008 Eka Safliana ada lima faktor karya seni yang disepakati para ahli estetika untuk dijadikan patokan yaitu Pertama, sempurna dilihat dari segi bobot gagasan, konsep dan wawasannya. Kedua, sempurna dilihat dari besarnya fungsi sebuah karya seni bagi kehidupan manusia. Ketiga, sempurna dilihat dari sudut nilai-nilai yang ditawarkan karya seni dan relevansinya bagi perkembangan kebudayaan. Keempat, Sempurna dilihat dari sudut kesesuaian karya seni dengan cita-cita kehidupan dan nilai-nilai kemanusiaan/kerohanian yang hendak ditegakkan manusia. Kelima, sempurna dilihat dari sudut kegunaan. Kesempurnaan bentuk dan sifat dalam seni Islam selanjutnya dapat diarahkan menjadi metode dan teknik dalam mempengaruhi audiens. Sebagaimana cerminan surat An-Nahl ayat 125 yang artinya “ Serulah manusia kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantalah mereka dengan cara yang baik”. Demikian juga ketika seni Islam dibenturkan kepada masalah-masalah yang terkait dengan etis dan etika dalam berekspresi. Seni mode citra berpakaian, misalnya Al-Qur’an menegaskan melalui surat al-Ahzab ayat 56. Penutup Nilai seni dalam Islam sangat mendapat penghargaan yang tinggi bahkan selalu mendapat dukungan yang positif dari lingkungan kehidupan warga muslim. Dan tidak benar seperti yang dikatakan oleh para Orientalis bahwa Islam sebagai agama konservatif yang tidak mengakui seni. Islam adalah agama fitrah dan seni juga termasuk fitrah maka sangat mustahil jika Islam tidak mengakui seni. Semua jenis dan corak seni baik seni rupa, seni sastra maupun seni musik selalu mendapat dukungan positif dalam perkembangan kemajuan sejarah umat Islam. Syarat terpenting untuk mendapatkan dukungan positif dari umat, nilai seni tersebut harus menunjukkan nilai akhlak dan peradaban yang baik, santun dan saling mencintai nilai-nilai religius yang ada dalam Islam. Salman Yoga. S, “Kesenian dalam Perspektif Islam”Serambi Indonesia, 16 September 2007, hal 2. Islam Futura, Vol. VII, Tahun 2008 Eka Safliana Daftar Kepustakaan Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an Tafsir Maudhu’i Atas Berbagai Persoalan Umat, Cet III Bandung Mizan, 1996. Salman Yoga. S, “Kesenian dalam Perspektif Islam”Serambi Indonesia, 16 September 2007. Sirajuddin, Seni Kaligrafi Islam, Jakarta Pustaka Panjimas, 1995. Tim Abdi Guru, Kerajinan Tangan dan kesenian untuk SLTP, Jakarta Erlanga,2003 Yusuf Qardhawi, Islam Bicara Seni, Penerj, Wahid Ahmadi, dkk, Cet III Solo, Era Intermedia, 2004. ... Islam merupakan agama fitrah dan seni. Oleh karena termasuk agama fitrah, sangat mustahil jika Islam tidak mengakui seni" Eka Safliana, 2008. Demikian pula agama Katolik. ...... Beberapa hadist bahkan menggambarkan mengenai ketertarikan, penegasan, sekaligus kecenderungan Nabi Muhammad SAW dalam menikmati dan memahami seni. Seperti di dalam Aisyah ra, dikatakan bahwa ia berkata ada dua gadis perempuan budak sedang melantunkan suatu nyanyian seraya memukul gendang Eka Safliana, 2008. Ungkapan itu memperlihatkan ada aktivitas seni. ...... Kebutuhan rohani diperoleh dari ibadah yang melibatkan seni. Seni merupakan kebutuhan rasa intuisi, yaitu seni yang dapat mengangkat derajat dan kemuliaan manusia, dan bukan seni yang dapat menjerumuskan manusia dalam kehinaan Eka Safliana, 2008. Setidaknya, ada tiga unsur yang lebih mudah untuk memahami bagaimana seni ditempatkan di dalam Islam. ...Albert ManurungYulius Hendrico PeriThomas KristiatmoKeterlibatan seni dalam kehidupan manusia menjadi hal yang fundamental. Bidang keagamaan juga melibatkan seni. Islam dan Katolik memberi tempat bagi seni untuk berpartisipasi untuk menggapai kasih Tuhan. Seni yang memiliki prioritas untuk menciptakan keindahan, mendorong gerak batin manusia untuk lebih mengenal Sang Maha Keindahan yang adalah Tuhan. Tulisan ini melihat makna dan partisipasi seni di dalam agama Islam dan Katolik. Tulisan ini juga bermaksud untuk secara sederhana mengungkapkan peran seni sebagai salah satu upaya membangun sikap toleransi antar umat beragama dalam semangat integritas terbuka. Tulisan mengungkapkan bahwa Islam dan Katolik selalu mengarahkan umat beriman mengenal Tuhan mengajak untuk memandang keseluruhan dunia yang diciptakan-Nya dengan serasi dan indah dalam seni. Melalui seni dari kedua belah pihak, toleransi yang berpusat pada kedamaian bisa semakin menyentuh esensi terdalamnya. Pada akhirnya terlihat dengan jelas bahwa melalui seni umat beriman dijarkan untuk paham bahwa agama itu indah. Keindahan dalam Katolik tidak berseberangan dengan keindahan di dalam agama Islam.... Sehingga para penikmat seni ini tidak hanya menjadi penikmat dari hasil karya seni yang dilihatnya. Safliana, 2008.. ...Alinda Syarofah Yazida IchsanHening KusumaningrumMuhammad Rizky Nur RisamTujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui bagaimana eksistensi seni kaligrafi dalam pendidikan islam. Tujuan dari pendidikan islam ialah terbentuknya peserta didik yang berkepribadian islami sesuai dengan syariat Islam serta memegang teguh tauhid. Dalam penyampaian pembelajaran tentu diperlukan metode yang beragam dan menyenangkan sehingga pembelajaran dapat berjalan dengan baik, mencapai tujuan pendidikan serta peserta didik paham dan tertarik untuk mengikuti pembelajaran. Pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam, salah satu metode pembelajaran yang dapat digunakan adalah dengan pemanfaatan seni kaligrafi. Hasil penelitian ini dapat dimengerti bahwa eksistensi seni kaligrafi bagi pendidikan islam dipandang sebagai sebuah media yang dapat digunakan untuk menyampaikan nilai-nilai pendidikan Islam dengan indah. Dimana nilai-nilai tersebut diantaranya nilai pendidikan aqidah nilai cinta terhadap Al-Qur'an, nilai pendidikan ubudiyah/ibadah, nilai pendidikan akhlak perilaku kerja keras, kesabaran, dan optimisme. The purpose of this study is to find out how the existence of calligraphy in Islamic education is. The purpose of Islamic education is the formation of students who have an Islamic personality in accordance with Islamic law and hold fast to monotheism. In the delivery of learning, of course, various and fun methods are needed so that learning can run well, achieve educational goals and students understand and are interested in participating in learning. In learning Islamic Religious Education, one of the learning methods that can be used is the use of calligraphy. The results of this study can be understood that the existence of the art of calligraphy for Islamic education is seen as a medium that can be used to convey the values of Islamic education beautifully. Where these values include the value of aqidah education the value of love for the Qur'an, the value of ubudiyah/worship education, the value of moral education hard work behavior, patience, and optimism.... Third, the lyrical factor of the song does not contain elements of immoral vile words and insults or lies to Allah and Her Messenger and the companions. Fourth, the factor of its use covers the genitals Eka Safliana, 2008. ...Fatin Hafshah RusliBambang Suhartono Mohd Said Arif DatoemNarrative of Teen Films should be geared towards maturing, how to identify a problem, character and about future dreams as well as about the identification of teenager and the twists and turns of life, which is their contradiction and dilemma in the increasingly challenging social life. That way, teenagers can identify and be motivated to deal with the issue well after watching. The purpose of this study is to analyze and parse as well as to formulate the representation of Malay Muslim Youth optimism in Hoore! Hoore! 2012 and Adiwiraku2017 films, based of five indicators of optimism according and optimism from Islamic perspective by Imam Al Ghazali exist in the narratives of both study films through character and the character of Malay Muslim teenagers. In this study, the author uses a qualitative approach with document analysis techniques and descriptive discussion on the optimistic attitude of Young Malay Muslim through teenage characters until the existence of optimism in both films. As a result, this study concludes that the indicator of optimism has been inserted and featured in both films effectively. Also, both films have presented and proved that the importance of Muslim Malay youth should have the knowledge, practices and beliefs of Islam in the ambitions, dreams and success in life.... This can be proven from several hadiths that contain interest, as well as the tendency of the Prophet in order to fulfill the lust for beauty. It is further explained by Eka Safliana 2008 that in several hadiths narrated by narrators who are quite competent in narrating the hadith that the Prophet once participated in an effort to actualize his artistic passion in the form of music. Furthermore, Eka Safliana explained that the relation with Islamic art has also given its own place for its actualization in the form of calligraphy art. ...Eka Putra RomadonaSeni dan filsafat merupakan dua kata yang masing-masing memiliki akar kata tersendiri. Namun demikian, sejatinya seni dan filsafat adalah satu kesatuan yang tidak dapat di pisahkan. Bukan hanya dalam aspek keilmuan, dalam aspek penggunaan dalam kehidupan pun seni dan filsafat adalah dua hal yang selalu bersinggungan dengan kita. Tidak terkecuali dalam memahami Islam. Banyak dari cendekiawan kita yang luput dalam memahami Islam dari perspektif seni. Padahal pada realitasnya seni selalu ada dalam agama, mulai dari arsitektur, kaligrafi hingga syair. Pada penelitian ini penulis ingin menggali lebih dalam terkait metodologi seni dalam memahami agama. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan analitis kualitatif dengan berpaku pada literatur-literatur yang berkaitan dengan tema. Penelitian ini sendiri menghasilkan kesimpulan bahwa metode seni dan metode filsafat adalah dua jenis keilmuan yang saling melengkapi. Di dalam seni ada usaha filosofis seniman untuk mengaktualisasi ide-ide seninya. Begitu pun sebaliknya, dalam filsafat terdapat seni-seni untuk memahami serta menggali makna akan suatu hal yang sedang diteliti. [ Art and philosophy are two words, each of which has its own root. However, in fact art and philosophy are a unity that cannot be separated. Not only in the scientific aspect, in the aspect of use in life, art and philosophy are two things that always intersect with us. No exception in understanding Islam. Many of our scholars miss in understanding Islam from an artistic perspective. Whereas in reality art has always existed in religion, ranging from architecture, calligraphy to poetry. In this study, the author wants to dig deeper into the methodology of art and philosophy in understanding religion. The approach used in this study is a qualitative analytical approach by sticking to the literature related to the theme. This research itself concludes that the method of art and the method of philosophy are two types of science that complement each other. In art there is an artist's philosophical effort to actualize his artistic ideas. And vice versa, in philosophy there are arts to understand and explore the meaning of something that is being studied.] Keyword... Seni merupakan suatu hasil aktivitas batin atau kegiatan rohani yang direfleksikan dalam suatu bentuk karya yang pada akhirnya mampu membangkitkan rasa pada diri orang lain yang melihatnya. Karya seni menimbulkan reaksi sehingga penikmat seni tidak hanya menikmati karya seni yang dihadapinya melainkan dituntun untuk memberikan suatu reaksi Safliana, 2008. ...Siti SopiahLearning the art of calligraphy based on chemical experiments is an activity of learning the art of calligraphy in developing the potential of students to foster creativity, instill value, and develop productive abilities by using harmless materials, namely using colored plants. The purpose of this research was to determine the process and to obtain calligraphy work in learning the art of calligraphy based on chemical experiments. The type of method used in this research is field qualitative research. The data sources in this study were divided into two first, primary data sources consisting of the principal, educators, and students of SDN 8 Kawunglarang Rancah; second, secondary data sources obtained through tracing of various references. Furthermore, the data collection instruments used were observation, interviews, and documentation, as well as the data analysis techniques used, namely through three stages including data reduction, data presentation, and drawing conclusions. The results of this study indicate that the process of learning the art of calligraphy based on chemical experiments includes the planning, implementation, and evaluation stages. The work of SDN 8 Kawunglarang students is still in the basic stages so there are several mistakes in its Andani Yazida IchsanSri YuliantiViki FadhilahPendidikan seni dalam Islam sangatlah penting ditanamkan pada anak, selain sebagai media untuk menyampaikan pesan – pesan yang tersirat didalamnya, seni dalam Islam juga memberikan kesan yang berunsur keindahan dan keharmonisasian, sehingga perlu adanya media pembelajaran dalam meningkatkan pendidikan melalui seni pendidikan Islam. Tujuan penelitian ini difokuskan pada pembinaan akhlak siswa melalui film pendek Nusa Rara yang berjudul “ Belajar Jujur” sebagai media dakwah dalam seni pendidikan islam. Penelitian ini dilakukan dengan menganalisis film pendek Nusa Rara untuk dijadikan media pendidikan seni dakwah Islam agar bisa dijadikan contoh atau tauladan bagi para penontonya terutama jika dikaitkan dengan pendidikan maka siswa diharapkan bisa mengambil pembelajaran dari film tersebut. Metode yang dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif deskriptif dan analisis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwasannya film Nusa Rara yang berjudul “ Belajar Jujur “ ini dapat memberikan pengaruh yang baik terhadap para siswa tentunya, dan dapat menjadikan pengaruh baik kepada penontonnya untuk selalu bersikap jujur dalam segala hal, terutama ketika mengerjakan Nur Indah SariJany Fitria KhoirunnisaMuhammad Hafidhdin Yazida IchsanCalligraphy is the art of writing the Qur'an using certain techniques so that it has aesthetic value. Writing calligraphy is not only used as a skill. But there are values of Islamic education contained in it. Because basically the purpose of Islamic education is to make students have noble character and be able to maximize their role as servants of Allah and caliphs on earth. Even the first revelation of Allah SWT that came down was an order to read and write. This is the basis for the author to conduct this research. In this study the authors used qualitative research methods with literature study data collection techniques. This study aims to determine the values of Islamic education contained in calligraphy artwork. From various scientific sources, it is proven that in writing calligraphy there are Islamic educational values contained in it, namely education on aqidah, morals, and FadhilahMeti AndaniSri YuliantiYazida IchsanArt education in Islam is very important to be instilled in children, apart from being a medium for conveying the messages implied in it, art in Islam also gives an impression that has elements of beauty and harmony, so there is a need for learning media in improving education through the art of Islamic education. The purpose of this study was focused on fostering students' morals through the short film Nusa Rara entitled "Honest Learning" as a medium of da'wah in the art of Islamic education. This research was conducted by analyzing the short film Nusa Rara to be used as a medium for Islamic da'wah art education so that it can be used as an example or role model for the audience, especially if it is associated with education, students are expected to take lessons from the film. The method used is descriptive qualitative method and analysis. The results of this study indicate that the Nusa Rara film entitled "Learning Honestly" can have a good influence on the students, of course, and can make a good influence on the audience to always be honest in everything, especially when taking Larasati Oetoyo PutriYazida IchsanNanik RahmantiNur NawangsihAgama islam merupakan agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Agama islam juga merupakan wujud dari Rahmat Allah SWT kepada hambanya di dunia. Terdapat banyak permasalahan yang dibahas di dalam islam. Kemudian Islam pun telah memberikan solusi terkait macam – macam masalah yang akan dihadapi, yang disampaian melalui Al Quran dan Sunnah. Di dalamnya telah dituliskan syariat atau tuntunan untuk manusia dalam menjalankan kehidupan sesuai dengan tuntunan Allah SWT. Salah satunya adalah tuntunan dalam membudayakan kesenian, telah diketahui Indonesia merupakan Negara yang memuliki banyak suku dan tentu saja setiap suku memiliki kebudayaan atau kesenian yang berbeda – beda. Dilihat dari kacamata Muslim seni memiliki batasan dalam membudayakannya, terkhusus dalam seni Musik, tidak semua music dianggap baik oleh islam. Syarat yang harus dimiliki seni supaya mendapatkan dukungan positif dari umat muslim, yakn seni harus menunjukkan nilai moral, akhlak, dan mencintai nilai religious yang dimiliki dalam Perspektif Islam"Serambi IndonesiaSalman YogaSalman Yoga. S, "Kesenian dalam Perspektif Islam"Serambi Indonesia, 16 September 2007.
UlulAlbab, Estetika Seni Rupa (Seni Lukis) Menurut Imam al-Gazali dan Ismail Raji al-faruqi, Skripsi Fakultas Syariah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2014. 30. Umi Khasanah, Hadis-hadis tentang Larangan Menggambar Makhluk Bernyawa (Telaah Ma'anil Hadiṡ), Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2007.
This article discusses the nature of tamatsil in the story of Prophet Sulaiman. The word tamatsil in the Qur'an is found in two surahs, namely Saba' verse 13 and al-Anbiya' verse 52. the Saba' verse explains that the jinn was ordered by Prophet Solomon to make statues, the word used in this verse is finish. So, if the sentence in the verse is a command, it means that there is no prohibition against making it. But it is different again from the letter al-Anbiya 'verse 52. In that verse, the Prophet Ibrahim was surprised at his people who worshiped tamatsil. The choice of the word tamatsil in this study was due to two things. First, there is a public error in understanding the meaning of the tamatsil. Second, the Ministry of Religion often equates this word with the words shanam and watsan which means statue/idol, even though the three words have different meanings even though there are similarities. The results of this study can be concluded that the essence of tamatsil is something material, shaped, and illustrated which is usually used for decoration or toys. In Indonesia, the term tamatsil is known as duplicate or replica, such as key toys, children's toys in the form of humans, animals, or plants. The law of tamatsil is divided into two opinions, some allow it as long as it is not worshiped, and some forbid it even if it is not worshiped. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Dilla Syafrina, dkk Tamatsil Dalam Al-Qur’an Rusydiah Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 3, No. 1, Juni 2022 Volume 3 Nomor 1, Juni 2022 ISSN 2723-4894 cetak, ISSN 2723-4886 daring DOI TAMATSIL DALAM AL-QUR’AN KAJIAN SENI RUPA DALAM KISAH NABI SULAIMAN Dilla Syafrina Pondok Pesantren Musthafawiyah Purba Baru, Sumatera Utara syafrinadilla97 Ali Akbar UIN Sultan Syarif Kasim Riau aliakbarusman Fikri Mahmud UIN Sultan Syarif Kasim Riau fikrimahmud Masyhuri Putra UIN Sultan Syarif Kasim Riau Abd. Wahid UIN Sultan Syarif Kasim Riau Abstrak Artikel ini membahas tentang hakikat tamatsil dalam kisah Nabi Sulaiman. Kata tamatsil dalam Al-Qur’an terdapat dalam dua surat, yaitu surat Saba’ ayat 13 dan surat al-Anbiya’ ayat 52. Dalam surat Saba’ menjelaskan bahwa jin diperintahkan oleh Nabi Sulaiman untuk membuat patung, kata yang dipakai pada ayat ini adalah tamatsil. Tetapi berbeda lagi dengan surat al-Anbiya’ ayat 52. Pada ayat tersebut Nabi Ibrahim merasa heran terhadap kaumnya yang menyembah tamatsil. Dipilihnya kata tamatsil dalam penelitian ini disebabkan dua hal. Pertama, adanya kekeliruan masyarakat dalam memahami makna tamatsil tersebut. Kedua, kata tersebut sering disamakan terjemahannya oleh Kementerian Agama dengan kata shanam dan watsan yang berarti patung atau berhala, padahal ketiga kata tersebut memiliki makna yang berbeda sekalipun ada kemiripan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif analitis, mendiskripsikan kisah Nabi Sulaiman dalam Al-Qur’an kemudian menganalisis ayat-ayat tentang tamatsil. Hasil dari kajian ini dapat disimpulkan bahwa hakikat tamatsil adalah sesuatu yang material, berbentuk, dan bergambar yang lazimnya digunakan untuk hiasan atau mainan. Di Indonesia istilah tamatsil dikenal dengan duplikat atau replika, seperti mainan kunci, mainan anak anak yang berbentuk manusia, binatang, atau Dilla Syafrina, dkk Tamatsil Dalam Al-Qur’an Rusydiah Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 3, No. 1, Juni 2022 tumbuhan. Hukum tamatsil dibagi kepada dua pendapat, ada yang membolehkan selama tidak disembah dan ada yang mengharamkan sekalipun tidak disembah. Kata Kunci Tamatsil, seni rupa, kisah Abstract This article discusses the nature of tamatsil in the story of Prophet Sulaiman. The word tamatsil in the Qur'an is found in two surahs, namely Saba' verse 13 and al-Anbiya' verse 52. The Saba verse explains that the jinn was ordered by Prophet Solomon to make statues, the word used in this verse is finish. But it is different from the letter al-Anbiya 'verse 52. In that verse, the Prophet Ibrahim was surprised at his people who worshipped tamatsil. The choice of the word tamatsil in this study was due to two things. First, there is a public error in understanding the meaning of the tamatsil. Second, the Ministry of Religion often equates these words with the words shanam and watsan which means statues or idols, even though the three words have different meanings even though there are similarities. This research was conducted using a descriptive-analytical method, by describing the story of Prophet Sulaiman in the Qur'an and then analyzing the verses about tamatsil. The results of this study can be concluded that the essence of tamatsil is something material, shaped, and illustrated which is usually used for decoration or toys. In Indonesia, the term tamatsil is known as duplicate or replica, such as key toys, or children's toys in the form of humans, animals, or plants. The law of tamatsil is divided into two opinions, some allow it as long as it is not worshipped and some forbid it even if it is not worshipped. Keywords tamatsil, fine arts, story. PENDAHULUAN Seni adalah salah satu aspek dari aspek jiwa manusia yang lurus. Seni bertemu perasaan dan indera beserta seluruh keindahan dan yang menyenangkan, perasaan ikut berkreatif bersama dengan seluruh gerak-gerik, keindahan kenyamanan. Seni bukan seperti yang difahami oleh sebagian orang sebagai bentuk penggambaran kehidupan yang sia-sia dan main-main, atau seperti yang dipahami orang lain lagi sebagai upaya membangkitkan perasaan dan menggelorakan adalah kegiatan yang menyatakan hubungan antara lahir dan bathin, antara yang fana dan yang kekal. Secara khusus berarti kesanggupan dan kegiatan menciptakan suasana indah yang dapat menimbulkan daya tarik untuk menjadi perhatian dan rasa senang menikmatinya. Kesenian murni meliputi segala yang indah dan menarik disegala bidang penciptaan seni, seperti seni suara, seni rupa, seni lukis, dan fenomena pemandangan alam. Kesenian tentu saja bebas dan Hamad Hasan Ruqaith, Problematika Kontemporer dalam Tinjauan Islam, Jakarta Pustaka Azzam, 2004. h, 139. Dilla Syafrina, dkk Tamatsil Dalam Al-Qur’an Rusydiah Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 3, No. 1, Juni 2022 otonom, dalam pengertian bahwa ia mempunyai kaidah tersendiri, tidak terikat teori, etika, norma, namun berdasarkan estetika yang rupa adalah cabang seni yang membentuk karya seni dengan media yang bisa ditangkap mata dan dirasakan dengan rabaan. Contoh karya seni rupa murni adalah lukisan, patung, grafis, mozaik, ukiran, relief, kaligrafi, seni fotografi, seni koreografi, dan kerajinan dari telah menunjukkan kepada umat manusia akan keindahan yang terdapat pada bentuk lahiriah sisi empirik yang dapat diamati. Bagi seorang pengamat yang berjiwa seni, memang alam semesta ini penuh dengan keindahan.Alam adalah objek dan mahaguru bagi para seniman. Keindahan alam yang tampak memberikan kesan-kesan bagi penginderaan. Namun keselarasan, keharmonisan, keunikan serta ketertiban dan keteraturan dalam proses interaksinya yang tersirat menunjukkan betapa Maha Agung Sang Pencipta yang dituangkan pada ciptaan-Nya, yaitu alam semesta ini. Fenomena tersebut mengajak manusia untuk berpikir dan menjadikan pelajaran agar kembali mengingat Allah dan senantiasa mempertebal satu daripada bentuk seni rupa yang tersebut di dalam al-Qur’an adalah timtsal yang bentuk jamaknya adalah tamatsil. Sebagaimana yang terdapat dalam kisah Nabi Sulaiman pada surat Saba’ ayat 13. Dalam ayat ini para jin diperintahkan oleh Nabi Sulaiman untuk membuat patung, dimana lafazh yang dipakai adalah Tamatsil. Jika kalimat dalam ayat itu bersifat perintah berarti tidak ada larangan padanya. Tetapi berbeda lagi di dalam surat al-Anbiya’ ayat 52 dan beberapa riwayat hadits yang melarang tamatsil. Kajian tetang tamatsil telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya, seperti Umi Hanifa dalam skripsinya mengkaji tentang seni rupa dalam Al-Qur'an yang menemukan bahwa aspek seni rupa dikerucutkan sebagai bidang penyaji benda-benda yang tampak secara visual dan dapat dirasakan dengan rabaan. Begitu juga dengan Muhammad Kholilul Rahman dalam penelitiannya tentang pemakaian kata sinonim ashnam, autsan dan tamatsil. Menurutnya kata-kata ini memiliki perbedaan makna jika ditinjau dari konteks perasaan dan budaya. Dipilihnya kata Tamatsil dalam penelitian ini disebabkan dua hal. Pertama, adanya kekeliruan masyarakat dalam memahami makna tamatsil tersebut. Darwis Hude dkk, Cakrawala Ilmu dalam Al-Qur’an, Jakarta Pustaka Firdaus, 2002. h, 337. Guru Pendidikan, “Seni Rupa Murni dan Terapan”, dikutip dari pada hari Rabu tanggal 02 Oktober 2019. Dilla Syafrina, dkk Tamatsil Dalam Al-Qur’an Rusydiah Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 3, No. 1, Juni 2022 Misalnya pembangunan Tugu Zapin di depan kantor Gubernur Pekanbaru yang menuai kritikan masyarakat dan menimbulkan pro dan kontra, seperti yang dilansir dari laman pada 26 Januari 2012. Kedua, karena kata tersebut sering disamakan terjemahannya oleh Kementerian Agama dengan kata Shanam dan Watsan yaitu patung/berhala, padahal ketiga kata tersebut memiliki makna yang berbeda sekalipun ada kemiripan. Seperti “Ketika Ibrahim berkata kepada ayah dan kaumnya apakah ini patung-patung/berhala-berhala yang kalian kepadanya orang-orang yang terus menerus menyembah.” QS. Al-Anbiya’, 52Ketiga, kata tersebut sering disalahpahami oleh banyak orang. Dapat dilihat pada masa sekarang ini, masih banyak dari kalangan masyarakat yang memahami makna ayat hanya bermodalkan al-Qur’an terjemah dan kamus saja tanpa memperdulikan makna secara kontekstual, sehingga kata yang disamakan artinya dianggap memiliki makna dan hukum yang sama. Istilah mengenai hal ini dikenal dengan taraduf. Taraduf ialah kata yang beragam lafadz tetapi mempunyai satu makna. Taraduf terdapat dalam bahasa, namun itu hanya berkenaan makna dasarnya, tidak makna sekundernya. Dalam al-Qur’an sebaiknya taraduf itu dihindari. Mengenai hal ini al-Sabt membuat kaidah “Artinya Selama kata-kata al-Qur’an masih mungkin dibawa kepada ketidaksamaan makna, maka itulah yang perlu dilakukan.” banyak ayat-ayat yang menyebut benda-benda seperti piring, gelas, permadani, dipan, dan pakaian sebagai gambaran fasilitas kehidupan surga. Al-Qur’an juga memberi penjelasan mengenai material yang di gunakan untuk membuat benda-benda ini, seperti emas, perak, dan sutra sebagai material pakaian. Pada ranah duniawi, tungku dan bejana pada istana Nabi Sulaiman sudah cukup mewakili bagaimana sebenarnya eksistensi kriya, yaitu memiliki nilai fungsional dan dapat diaplikasikan sebagai hiasan dalam konteks ini, hiasan Departemen Agama RI, Al-Qur’an Tafsir Per Kata Tajwid Kode Angka, Jakarta Kalim, 2010. h, 327. Salman Harun, Kaidah-Kaidah Tafsir, Jakarta QAF, 2017. h, 463. Kriya adalah kegiatan seni yang menitikberatkan pada keterampilan tangan dan fungsi untuk mengolah bahan baku yang sering ditemukan di lingkungan menjadi benda-benda yang tidak hanya bernilai pakai, tetapi juga bernilai estetis. Dilla Syafrina, dkk Tamatsil Dalam Al-Qur’an Rusydiah Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 3, No. 1, Juni 2022 interior atas keindahannya. Adapun pertanyaan dalam penelitian ini yaitu, apa hakikat dan bagaimana hukum tamatsil dalam perspektif ulama tafsir ? Tujuan artikel ini adalah untuk mengetahui hakikat tamatsil dan hukumnya, sehingga dapat diketahui beda istilah tamatsil dengan istilah yang disamakan dengannya ashnam dan awtsan. METODE Penelitian ini merupakan jenis penelitian library research penelitian kepustakaan dengan menggunakan metode deskriptif analitis. Sumber primer penelitian ini adalah kitab tafsir al-Munir karya Wahbah Zuhaili dan kitab tafsir ath-Thabari serta didukung dengan sumber sekunder yaitu buku-buku terkait dengan pembahasan penelitian, jurnal, hasil penelitian dan lain sebagainya. Setelah data terkumpul kemudian dideskripsikan dan dianalisa secara mendalam dengan pola induktif kemudian disimpulkan. HASIL DAN PEMBAHASAN Makna Tamatsil Di dalam kamus Lisanul Arab, makna tamatsil adalah Timtsal gambar, jama’nya adalah Tamatsil. Membuat contoh baginya sesuatu membuat duplikat akannya seolah-seolah ia terlihat seperti bentuk aslinya. bentuk jamak dari , yang artinya adalah setiap sesuatu yang diberi jisim dan dibentuk seperti bentuk binatang, baik itu yang terbuat dari tembaga, kaca, tanah liat maupun yang lainnya patung. Artinya setiap yang dibuat berbentuk, seperti bentuk binatang atau bukan binatang. Makna tamatsil menurut beberapa pendapat mufassir di atas adalah sesuatu yang bersifat material, berbentuk, dan bergambar yang terbuat dari kayu, batu, tembaga, kuningan, kaca, tanah liat, dan lain-lain yang dapat berbentuk patung-patung binatang, orang, burung, dan pohon. Umi Hanifa, Seni Rupa dalam Al-Qur’an Kajian Tematik, Yogyakarta Skripsi, 2018. h, 81. Ibnu Manzur, Lisanul Arab, Jilid 6, Daar Al-Ma’arif Kairo, 1119. h, 4135. Wahbah Az-Zuhaili, h, 470. Al-Qurtubiy, h, 660. Dilla Syafrina, dkk Tamatsil Dalam Al-Qur’an Rusydiah Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 3, No. 1, Juni 2022 Makna Ashnam Ashnam pada lughat bahasa adalah Artinya “Ukiran yang terbuat dari kayu, perak, atau tembaga. Yang memiliki bentuk manusia atau bentuk lain yang dijadikan sebagai sembahan daripada selain Allah”. berhala artinya adalah tubuh yang terbuat dari perak, tembaga atau kayu, yang disembah oleh orang-orang musyrik dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah ta’ orang bijak mengatakan bahwa setiap hal yang disembah selain Allah, atau bahkan setiap hal yang dapat menyibukkan atau melalaikan dari mengingat Allah maka dikatakan sebagai .Dalam Al-Qur’an kata Ashnam disebutkan sebanyak lima kali di dalam ayat berikut 1 Surat Al-An’am ayat 74 “Dan ingatlah di waktu Ibrahim berkata kepada bapaknya Azar, “Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai Tuhan-Tuhan? Sesungguhnya aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata”. 2 Surat Al-A’raf ayat 138 “Dan Kami seberangkan Bani Israil ke seberang lautan itu, maka setelah mereka sampai kepada suatu kaum yang menyembah berhala mereka, Bani Israil berkata Hai Musa, buatlah untuk kami sebuah Tuhan berhala sebagaimana mereka mempunyai beberapa Tuhan berhala”. Musa menjawab “Sesungguhnya kamu ini adalah kaum yang tidak mengetahui sifat-sifat Tuhan”. 3 Surat Ibrahim ayat 35 Muhammad Daud, Mu’jam Al-Furuq Al-Dilaliyah, Kairo Daar Gharib, 2008. h, 321. Ar-Raghib Al-Ashfahani, Almufradat Fii Ghariib Al-Qur’an, alih bahasa Ahmad Zaini Dahlan, Depok Pustaka Khazanah Fawa’id, 2017. h, 499. Dilla Syafrina, dkk Tamatsil Dalam Al-Qur’an Rusydiah Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 3, No. 1, Juni 2022 “Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini Mekkah, negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala”. 4 Surat Al-Anbiya’ 57 “Demi Allah, sesungguhnya aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala-berhalamu sesudah kamu pergi meninggalkannya”. 5 Surat Asy-Syuara’ ayat 71 “Mereka menjawab “Kami menyembah berhala-berhala dan kami senantiasa tekun menyembahnya”. Hubungan yang terdapat pada kalimat ashnam yang ada dalam ayat-ayat yang mulia ini adalah mengisyaratkan bahwa ashnam adalah sesuatu yang dibuat atau dibentuk yang dalam membuatnya perlu di ukir, di pahat, dan di gambar. Maka ayat yang terdapat dalam surat al-An’am kita temukan bahwasanya Nabi Ibrahim as. mengkritik ayahnya yang menjadikan ashnam sebagai sesembahan. Dan lafaz “” menjadikan ditinjau dari ilmu sharf dan maknanya di dalam kamus adalah sesuatu yang menunjukkan adanya usaha dan sungguh-sungguh dalam membuat nya. Maka kalau begitu ashnam adalah benda yang dibuat, diukir, digambar pada bentuk dan modelnya. Seperti itu juga yang terdapat dalam surat al-A’raf bahwa kaum Nabi Musa menjadikan setelahnya anak lembu yang memiliki jasad dan suara, maka mereka menjadikan anak lembu sebagai shanam yang mereka melihat beberapa ayat mengenai kata Ashnam, dapat disimpulkan bahwa yang menjadi makna dasar dari kata Ashnam adalah berhala dan makna relasional dari kata tersebut adalah sebuah ukiran yang terbuat dari kayu, perak, atau tembaga. Yang memiliki bentuk manusia atau bentuk lain yang dijadikan sembahan daripada selain Allah. Dan penggunaan kata Ashnam dalam al-Qur’an sebagaimana yang telah dicantumkan diatas, bahwa kata Ashnam khusus digunakan untuk sesuatu hal yang disembah oleh umat manusia selain Allah SWT. Muhammad Daud, Op. cit., h, 322. Dilla Syafrina, dkk Tamatsil Dalam Al-Qur’an Rusydiah Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 3, No. 1, Juni 2022 Makna Awtsan Adapun kata Awtsan disebutkan sebanyak tiga kali dalam al-Qur’an yaitu1. Surat Al-Hajj ayat 30. Demikianlah perintah Allah dan barang siapa mengagungkan apa-apa yang terhormat disisi Allah maka itu adalah lebih baik baginya disisi Tuhannya. Dan telah dihalalkan bagi kamu semua binatang ternak, terkecuali yang diterangkan kepadamu keharamannya, maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan dusta. 2. Surat Al-Ankabut ayat 17. Sesungguhnya apa yang kamu sembah selain Allah itu adalah berhala, dan kamu membuat dusta. Sesungguhnya yang kamu sembah selain Allah itu tidak mampu meberikan rezeki kepadamu, maka mintalah rezeki itu disisi Allah dan sembahlah Dia dan bersyukurlah kepada-Nya. Hanya kepada-Nya lah kamu akan dikembalikan. 3. Surat Al-Ankabut ayat 25. Dan berkata Ibrahim “Sesungguhnya berhala-berhala yang kamu sembah selain Allah adalah untuk menciptakan perasaan kasih sayang diantara kamu dalam kehidupan dunia ini kemudian dihari kiamat sebahagian kamu mengingkari sebahagian yang lain dan sebahagian kamu melaknati sebahagian yang lain dan tempat kembalimu ialah neraka dan sekali kali tak ada bagimu para penolong. Muhammad Daud, op. cit, h, 322. Dilla Syafrina, dkk Tamatsil Dalam Al-Qur’an Rusydiah Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 3, No. 1, Juni 2022 Awtsan menurut bahasa adalah sebuah batu yang disembah selain dari kata Watsan adalah Awtsan. Begitu juga dijelaskan dalam kitab tafsir al-Misbah bahwa Awtsan adalah berhala yang berupa batu atau yang terbuat dari kayu dan memiliki bentuk seperti manusia atau hewan yang mereka pilih atau buat untuk disembah. Kata ini lebih khusus dari kata Ashnam, karena yang ini adalah berhala yang disembah walau hanya batu yang tidak berbentuk. Masyarakat Arab pada masa jahiliyah memilih batu-batu yang mereka senangi lalu menyembahnya. Bahkan para musafir pada masa jahiliyah memilih empat batu, lalu yang terbaik mereka sembah, dan tiga lainnya mereka jadikan tumpu buat periuk mereka. Bentuk nakirah/indefinitif pada kata awtsan yang digunakan ayat ini al-An-kabut ayat 17 mengesankan keremehannya sekaligus mengisyaratkan bahwa kepercayaan tentang ketuhanan berhala-berhala itu adalah kepercayaan sesat yang tidak mendasar serta merupakan kebohongan dan pemutarbalikan dalam kitab tafsir Ath-Thabari, penakwilan kami ini sejalan dengan pendapat para ahli takwil lainnya. Dan yang berpendapat demikian adalah Muhammad bin Sa’ad menceritakan kepadaku, ia berkata Ayahku menceritakan kepadaku, ia berkata pamanku menceritakan kepadaku, ia berkata Ayahku menceritakan kepadaku dari ayahnya, dari Ibnu Abbas tentang firman Allah “Maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu” Ia berkata “Maksudnya adalah jauhilah ketaatan terhadap syetan dalam menyembah berhala-berhala. Al-Qasim menceritakan kepada kami, ia berkata Al-Hasein menceritakan kepada kami, ia berkata Hajjaj menceritakan kepadaku dari Ibnu Juraij, tentang firman Allah “Berhala-berhala yang najis itu” Ia berkata maksudnya adalah menyembah dalam tafsir Jalalain disebutkan “Maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu” Ahmad bin Faris, Maqayiis Al-Lughah, jilid 6 Ittihad Al-Kitab Al-Arab, 2002. h, 64. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Jakarta Lentera Hati, 2002, h. 461. Ath-Thabari, op., cit. h, 485. Dilla Syafrina, dkk Tamatsil Dalam Al-Qur’an Rusydiah Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 3, No. 1, Juni 2022 Huruf min disini menunjukkan arti bayan atau keterangan, maksudnya barang yang najis itu adalah berhala-berhala. Setelah melihat beberapa ayat mengenai kata Awtsan, dapat disimpulkan bahwa yang menjadi makna dasar dari kata Awtsanadalah berhala dan makna relasional nya adalah sebuah batu yang disembah selain penggunaan kata Awtsan dalam al-Qur’an sebagaimana yang telah dicantumkan diatas, bahwa kata Awtsan khusus digunakan untuk batu atau kayu sekalipun tidak berbentuk yang disembah oleh umat manusia selain Allah SWT. Pemakaian kata awtsandalam hal pembuatan dan selainnya, tidaklah diharamkan dalam syari’at. Akan tetapi dalam hal penyembahan ia diperintahkan untuk dijauhi. Abu Hayyan telah menetapkan dalam kitab tafsirnya bahwa awtsan adalah sebuah batu yang tidak di ukir atas bentuk tertentu. Kesimpulan dari pembahasan yang lalu, bahwa diantara kata ashnam dan awtsanmemiliki maksud yang berdekatan maknanya.Persamaan • Keduanya memiliki wujud material. • Keduanya dijadikan sebagai Tuhan yang disembah selain Allah. Perbedaan • Bahwa ashnam mesti dibentuk lagi diukir, mesti dibuat dari kayu, tembaga, perak, dan emas. • Adapun awtsan semata-mata dibuat dari batu, tidak ada bentuk, tidak di ukir. Inilah perbedaan diantara ashnam dan awtsan. Inilah pendapat yang perpegangi menurut kebanyakan mufassir, ulama bahasa, mereka adalah Ibnu Arafah, Ragib Al-Ashfahani, Jasshas, Syafi’i, dan lain-lain. Setelah melihat pengertian dari ketiga istilah dapat dipahami bahwa ada hubungan antara ketiga istilah tersebut. Ashnam dan Awtsan termasuk ke dalam bagian tamatsil dari segi bahan buatannya. Perbedaannya terletak pada ketika tamatsil itu di sembah atau tidak. Jika ia disembah dan ia berbentuk tubuh manusia, maka ia dinamakan dengan ashnam. Jika yang disembah berbentuk batu, maka dinamakan dengan awtsan. Bentuk Tamatsil Pada Masa Nabi Sulaiman Bentuk tamatsil yang ada pada masa Nabi Sulaiman ada beberapa versi, yaitu Jalaluddin Al-Mahalli dan Jalaluddin Asy-Suyuthi, Tafsir Jalalain, alih bahasa Bahrun Abubakar, Bandung Sinar Baru Algensindo, 2008, cetakan kesepuluh, h, 167. Muhammad Daud, h, 323. Dilla Syafrina, dkk Tamatsil Dalam Al-Qur’an Rusydiah Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 3, No. 1, Juni 2022 a Berbentuk malaikat dan para Nabi yang terbiasa dalam beribadah supaya orang-orang melihat akannya, lalu mereka beribadah seperti ibadah mereka. b Berbentuk burung yang terletak di atas kursi Sulaiman. c Berbentuk para Nabi dan ulama yang dibuat didalam mesjid supaya bisa dilihat orang, sehingga mereka semakin bertambah semangat dalam beribadah. Hukum Tamatsil a. Boleh pada masa Nabi Sulaiman, kemudian dimansukhkan menjadi haram hukumnya pada syariat Nabi Muhammad. Dikarenakan pada masa itu tamatsil dijadikan sesembahan, maka tindakan yang lebih baik adalah menghabisi patung-patung. Illat dan alasan penasakhan adalah sebagai bentuk syadz zara’i menutup celah yang bisa menjadi pintu masuk perkara yang terlarang serta memerangi kebiasaan masyarakat Arab waktu itu dalam menyembah berhala, arca, dan sejalan dengan pendapat Wahbah Zuhaili dalam kitab tafsirnya. Menurut Imam al-Qurtubi Allah menasakh apa yang dibolehkan sebelumnya. Rahasianya, karena ketika Rasulullah SAW diutus, patung-patung dijadikan sesembahan. Maka tindakan yang lebih baik adalah menghabisi patung-patung. Ulama dari mazhab Hanafiyah, Syafi’iyah dan Hanbali berpendapat akan haramnya membuat suroh baik itu gambar tiga dimensi yaitu patung, begitu pula gambar selain itu. Dalil-dalil larangan tersebut adalah sebagai berikut “Pernah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam datang dari suatu safar dan aku ketika itu menutupi diri dengan kain tipis milikku di atas lubang angin pada tembok lalu di kain tersebut terdapat gambar -gambar. Ketika Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melihat hal itu, beliau merobeknya dan bersabda, “Sesungguhnya orang yang paling berat siksanya pada hari kiamat adalah mereka yang membuat sesuatu yang menandingi ciptaan Allah.” Aisyah mengatakan, “Akhirnya kami menjadikan kain tersebut menjadi satu atau dua bantal.” HR. Bukhari no. 5954 dan Muslim no. 2107. Dilla Syafrina, dkk Tamatsil Dalam Al-Qur’an Rusydiah Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 3, No. 1, Juni 2022 Dalam riwayat lain disebutkan, “Sesungguhnya pembuat gambar ini akan disiksa pada hari kiamat. Dikatakan pada mereka, “Hidupkanlah apa yang telah kalian ciptakan buat.” HR. Bukhari no. 2105 dan Muslim no. 2107. Dalam riwayat lain disebutkan, “Sesungguhnya orang yang paling berat siksanya di sisi Allah pada hari kiamat adalah al mushowwirun pembuat gambar.” HR. Bukhari no. 5950 dan Muslim no. 2109. Shuwar gambar dibagi menjadi dua macam yaitu bentuk 2 dimensi dan bentuk 3 dimensi patung. Yang kita bahas adalah jenis yang terakhir. Mengenai hukum membuat bentuk tiga dimensi patung, mayoritas ulama selain Malikiyah mengharamkannya karena berdalil dengan dalil-dalil di atas. Dikecualikan untuk mainan anak-anak, sesuatu yang dianggap remeh dihinakan, begitu pula sesuatu yang sifatnya temporer tidak permanen seperti jika dibuat dari manis-manisan dan adonan roti. Alasan diharamkannya membuat gambar dan patung 1 Menandingi Allah dalam mencipta. 2 Dapat menjadi perantara untuk berlebih-lebihan terhadap selain Allah dengan mengagungkannya. Lebih-lebih patungnya adalah patung orang shalih. 3 Menyerupai orang musyrik dalam membuat patung walau patung tersebut tidak disembah, jika sampai disembah maka lebih jelas lagi terlarangnya. Yang termasuk dalam larangan adalah untuk patung yang memiliki ruh yaitu manusia dan hewan, tidak pada Boleh selama ia tidak disembah atau dijadikan lambang-lambang keagamaan yang disucikan. Ini sejalan dengan pendapat Quraish Shihab dan Yusuf al-Qardhawiy. Dalam sebuah video Quraish Shihab, beliau menyebutkan bahwa patung masa lalu ada perbedaannya dengan patung masa kini. Memang ada hadits-hadits Dilla Syafrina, dkk Tamatsil Dalam Al-Qur’an Rusydiah Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 3, No. 1, Juni 2022 yang melarang menggambar dan mematung, apalagi makhluk hidup. Tetapi harus kita lihat terlebih dahulu. Karena ada prinsip dalam ajaran agama yaitu Pertama hukum itu bisa jadi berkaitan dengan ibadah bisa jadi berkaitan dengan non ibadah. Kalau yang berkaitan dengan ibadah tidak bisa diubah sama sekali, tidak bisa dilakukan kecuali kalau ada perintah. Kalau non ibadah boleh dilakukan selama tidak ada larangan. Non ibadah juga ditinjau mengapa ia dilarang? Kalau larangan itu masih ada sebabnya maka tetap berlaku, kalau sudah tidak ada sebabnya maka bisa berubah hukumnya. Patung, kenapa sempat dilarang? Dibahas oleh ulama-ulama bahwa karena dulu patung itu disembah, dijadikan tempat pemujaan dan lain-lain sebagainya. Kalau sekarang apabila itu dibuat untuk tujuan menyembah atau disembah orang, maka tetap tidak boleh, tetapi kalau tujuannya untuk seni, untuk mengingatkan kita akan jasa-jasa seseorang, tidak disembah maka itu boleh. Kita lihat di Jakarta ada patung Jendral Sudirman, membantu kita mengingatkan bahwa tokoh ini orang yang berjasa, orang yang wajar ditiru kepahlawanannya dan jasa-jasanya. Tetapi apabila patung-patung yang dibuat adalah patung yang memamerkan aurat tetap tidak boleh karena tujuannya bertentangan dengan nilai agama dan hukum itu tergantung dengan illat sebabnya. Jika illat tetap ada maka hukum tetap ada. Sebagaimana dalam sebuah kaidah ushul fiqh dikatakan Artinya “Hukum itu berputar bersama illatnya dalam mewujudkan dan meniadakan hukum.” Kemudian, jika sebab pelarangan tersebut masih ada sebabnya maka hukum tetap berlaku, kalau sudah tidak ada sebabnya, maka bisa berubah hukumnya. Menurut Yusuf al-Qardhawi, kalau lukisan seni itu berbentuk sesuatu yang disembah selain Allah, seperti gambar al-Masih bagi orang-orang Kristen atau sapi bagi orang-orang Hindu dan sebagainya, maka bagi si pelukisnya untuk tujuan-tujuan diatas tidak lain dia adalah menyiarkan kekufuran dan kesesatan. Dalam hal ini berlakulah baginya ancaman Nabi yang begitu keras Dilla Syafrina, dkk Tamatsil Dalam Al-Qur’an Rusydiah Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 3, No. 1, Juni 2022 “Sesungguhnya orang yang paling berat siksaannya nanti di hari kiamat ialah orang-orang yang menggambar.” Riwayat Muslim. Imam Thabari berkata, “Yang dimaksud dalam hadits ini yaitu orang-orang yang menggambar sesuatu yang disembah selain Allah, sedangkan dia mengetahui dan sengaja. Orang yang berbuat demikian adalah kufur. Tetapi kalau tidak ada maksud seperti diatas, maka ia tergolong orang yang berdosa sebab menggambar saja”. Orang yang menggantungkan gambar-gambar tersebut untuk dikuduskan. Perbuatan seperti ini tidak pantas dilakukan oleh seorang Muslim, kecuali kalau agama Islam itu dibuang dibelakang yang lebih mendekati persoalan ini ialah orang yang melukis sesuatu yang tidak biasa disembah, tetapi dengan maksud untuk menandingi ciptaan dia beranggapan, bahwa dia dapat membuat dan menciptakan jenis terbaru seperti ciptaan Allah. Orang yang melukis dengan tujuan seperti itu jelas telah keluar dari agama tauhid. Terhadap orang ini berlakulah hadits Nabi yang mengatakan “Sesungguhnya orang yang paling berat siksaannya ialah orang-orang yang menandingi ciptaan Allah”. Riwayat Muslim. Persoalan ini tergantung pada niat si pelukisnya itu sendiri. Kebanyakan gambar-gambar/lukisan-lukisan di zaman Nabi dan sesudahnya, adalah lukisan-lukisan yang disucikan dan di pada umumnya lukisan-lukisan itu adalah buatan Rum dan Parsi Nasrani dan Majusi.Oleh karena itu tidak dapat melepaskan pengaruhnya terhadap pengkultusan kepada pemimpin-pemimpin agama dan Negara. Imam Muslim meriwayatkan, bahwa Abu Dhuha pernah berkata sebagai berikut Saya dan Masruq berada di sebuah rumah yang disitu ada beberapa patung. Kemudian Masruq berkata kepadaku, apakah ini patung kaisar? Saya jawab Tidak! Ini adalah patung Maryam. Masruq bertanya demikian, karena menurut anggapannya, bahwa lukisan itu buatan majusi dimana mereka biasa melukis raja-raja mereka di bejana-bejana. Tetapi akhirnya ketahuan, bahwa patung tersebut adalah buatan orang Nasrani. Dalam kisah ini Masruq kemudian berkata Saya pernah mendengar Ibnu Mas’ud menceritakan apa yang ia dengar dari Nabi saw., bahwa beliau bersabda “Sesungguhnya orang yang paling berat siksaannya disisi Allah adalah para pelukis.” Dilla Syafrina, dkk Tamatsil Dalam Al-Qur’an Rusydiah Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 3, No. 1, Juni 2022 Selain gambar-gambar diatas, yaitu misalnya dia menggambar/melukis makhluk-makhluk yang tidak bernyawa seperti tumbuh-tumbuhan, pohon-pohonan, laut, gunung, matahari, bulan, bintang dan hal ini sedikitpun tidak berdosa dan tidak ada sekali dikalangan para gambar-gambar yang bernyawa kalau tidak ada unsur-unsur larangan seperti tersebut diatas, yaitu bukan untuk disucikan dan di agung-agungkan dan bukan pula untuk maksud menyaingi ciptaan Allah, maka menurut hemat saya tidak Muhammad Ath-Thahir bin Asyur ketika menafsirkan ayat-ayat yang berbicara tentang patung-patung Nabi Sulaiman menegaskan, bahwa Islam mengharamkan patung karena agama ini sangat tegas dalam memberantas segala bentuk kemusyrikan yang demikian mendarah daging dalam jiwa orang-orang Arab serta orang-orang selain mereka ketika itu. Sebagian besar berhala adalah patung-patung, maka Islam mengharamkannya karena alasan tersebut. Bukan karena dalam patung terdapat keburukan, tetapi karena patung itu dijadikan sarana bagi kemusyrikan. Atas dasar inilah, hendaknya dipahami hadits-hadits yang melarang menggambar atau melukis dan memahat makhluk-makhluk hidup. Apabila seni membawa manfaat bagi manusia, memperindah hidup dan hiasannya yang dibenarkan agama, mengabadikan nilai-nilai luhur dan menyucikannya, serta mengembangkan dan memperhalus rasa keindahan dalam jiwa manusia, maka sunnah Nabi mendukung, tidak menentangnya. Karena ketika itu ia telah menjadi salah satu nikmat Allah yang dilimpahkan kepada manusia. Demikian Muhammad Imarah dalam bukunya Maalim Al-Manhaj Al-Islami yang penerbitannya di sponsori oleh Dewan Tertinggi Dakwah Islam, Al-Azhar bekerja sama dengan Al-Mahad Al-Alami lil Fikr Al-Islami International Institute for Islamic Thought.KESIMPULAN Hakikat dari tamatsil adalah sesuatu yang terbuat dari kayu, batu, tembaga, kuningan, kaca, dan tanah liat yang dibentuk sedemikian rupa sehingga mirip dengan bentuk aslinya. Pada zaman Nabi Sulaiman tamatsil itu adalah patung yang dibuat berbentuk malaikat ataupun orang-orang shalih dengan tujuan supaya orang-orang yang melihat akannya lalu mereka beribadah seperti ibadah mereka. M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, Bandung Mizan, 1996. h, 386. Dilla Syafrina, dkk Tamatsil Dalam Al-Qur’an Rusydiah Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 3, No. 1, Juni 2022 Buya Hamka mengatakan bahwa tamatsil adalah seni lukisan yang berbentuk patung binatang, orang, dan pohon-pohon sebagai hiasan. Jika dilihat pada masa sekarang tamatsil itu bisa berbentuk replika, mainan kunci, mainan anak-anak yang berbentuk boneka, patung-patung bersejarah, dan lain-lain. Mufassir berbeda pendapat masalah hukum tamatsil. Ulama yang membolehkannya menyatakan bahwa tamatsil itu diharamkan jika ia disembah. Karena setelah dilihat informasi sebelumnya bahwa masyarakat Arab pada masa itu memiliki kebiasaan menyembah patung-patung. Dan hukum itu tergantung illat nya, jika hilang illat maka hilanglah hukum. Ini sejalan dengan pendapat Quraish Shihab. Bahkan Buya Hamka mengatakan bahwa itu termasuk kemajuan seni lukis pada masa Nabi Sulaiman. Ulama yang mengharamkan nya menyatakan bahwa untuk mencelah masuk perkara yang terlarang, maksudnya penyembahan patung maka tindakan yang lebih tepat adalah menghabisi patung tersebut. Ini sejalan dengan pendapat Imam al-Qurthubi dan Wahbah Zuhaili. DAFTAR PUSTAKA Al-Ashfahani, Ar-Raghib. 2017. Almufradat Fii Ghariib Al-Qur’an, alih bahasa Ahmad Zaini Dahlan. Depok Pustaka Khazanah Fawa’id Al-Bukhari. 1987. Jami’ al-Shahih al-Mukhtashar. Daar Ibnu Katsir Beirut. Juz 5 Al-Mahalli, Jalaluddin dan Jalaluddin Asy-Suyuthi, 2008. Tafsir Jalalain, alih bahasa Bahrun Abubakar. Bandung Sinar Baru Algensindo. cetakan kesepuluh Al-Munziri. 2016. Mukhtasar Shahih Muslim, alih bahasa, Rohmad Arbi Nur Shoddiq, Arif, Mahmudi, Nila Noer Fajriah. Jakarta Ummul Qura Al-Qurthubi. 2009. Tafsir Al-Qurthubi, terj. Fathurrahman, Ahmad Hotib, Dudi Rasyadi. Jakarta Pustaka Azzam Az-Zuhaili, Wahbah. 2013. Tafsir al-Munir, alih bahasa Abdul Hayyie al-Kattani, dkk, Cet. 1. Jakarta Gema Insani Bakir, Moh, “Konsep Maqasid al-Qur’an Perspektif Badi’ al-Zaman Sa’id Nursi Upaya Memahami Makna al-Qur’an Sesuai dengan Tujuannya”, Jurnal Sekolah Tinggi Ilmu Ushuluddin Vol. 1 01 Agustus 2015 Daud, Muhammad 2008. Mu’jam Al-Furuq Al-Dilaliyah. Kairo Daar Gharib Departemen Agama RI. 2010. Al-Qur’an Tafsir Per Kata Tajwid Kode Angka. Jakarta Kalim Faris, Ahmad bin2002. Maqayiis Al-Lughah, jilid 6. Ittihad Al-Kitab Al-Arab Dilla Syafrina, dkk Tamatsil Dalam Al-Qur’an Rusydiah Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 3, No. 1, Juni 2022 Guru Pendidikan, “Seni Rupa Murni dan Terapan”, dikutip dari pada hari Rabu tanggal 02 Oktober 2019 Hanifa, Umi. 2018. Seni Rupa dalam Al-Qur’an Kajian Tematik. Yogyakarta Skripsi Harun, Salman. 2017. Kaidah-Kaidah Tafsir. Jakarta QAF Hude, Darwis dkk. 2002. Cakrawala Ilmu dalam Al-Qur’an. Jakarta Pustaka Firdaus Manzur, Ibnu. 1119. Lisanul Arab. Jilid 6. Daar Al-Ma’arif Kairo Ruqaith, Hamad Hasan. 2004. Problematika Kontemporer dalam Tinjauan Islam. Jakarta Pustaka Azzam Shihab, M. Quraish. 1996. Wawasan Al-Qur’an. Bandung Mizan Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir Al-Misbah Pesan dan Keserasian Al-Qur’an. Jakarta Lentera Hati ResearchGate has not been able to resolve any citations for this Fii Ghariib Al-Qur'an, alih bahasa Ahmad Zaini DahlanAl-AshfahaniAr-RaghibAl-Ashfahani, Ar-Raghib. 2017. Almufradat Fii Ghariib Al-Qur'an, alih bahasa Ahmad Zaini Dahlan. Depok Pustaka Khazanah Fawa'idJami' al-Shahih al-MukhtasharAl-BukhariAl-Bukhari. 1987. Jami' al-Shahih al-Mukhtashar. Daar Ibnu Katsir Beirut. Juz 5Al-MahalliAl-Mahalli, Jalaluddin dan Jalaluddin Asy-Suyuthi, 2008. Tafsir Jalalain, alih bahasa Bahrun Abubakar. Bandung Sinar Baru Algensindo. cetakan kesepuluhAl-MunziriAl-Munziri. 2016. Mukhtasar Shahih Muslim, alih bahasa, Rohmad Arbi Nur Shoddiq, Arif, Mahmudi, Nila Noer Fajriah. Jakarta Ummul Qura Al-Qurthubi. 2009. Tafsir Al-Qurthubi, terj. Fathurrahman, Ahmad Hotib, Dudi Rasyadi. Jakarta Pustaka Azzam Az-Zuhaili, Wahbah. 2013. Tafsir al-Munir, alih bahasa Abdul Hayyie al-Kattani, dkk, Cet. 1. Jakarta Gema Insani Bakir, Moh, "Konsep Maqasid al-Qur'an Perspektif Badi' al-Zaman Sa'id Nursi Upaya Memahami Makna al-Qur'an Sesuai dengan Tujuannya", Jurnal Sekolah Tinggi Ilmu Ushuluddin Vol. 1 01 Agustus 2015Cakrawala Ilmu dalam Al-Qur'an. Jakarta Pustaka Firdaus Manzur, Ibnu. 1119. Lisanul Arab. Jilid 6. Daar Al-Ma'arif Kairo Ruqaith, Hamad HasanUmi HanifaHanifa, Umi. 2018. Seni Rupa dalam Al-Qur'an Kajian Tematik. Yogyakarta Skripsi Harun, Salman. 2017. Kaidah-Kaidah Tafsir. Jakarta QAF Hude, Darwis dkk. 2002. Cakrawala Ilmu dalam Al-Qur'an. Jakarta Pustaka Firdaus Manzur, Ibnu. 1119. Lisanul Arab. Jilid 6. Daar Al-Ma'arif Kairo Ruqaith, Hamad Hasan. 2004. Problematika Kontemporer dalam Tinjauan Islam. Jakarta Pustaka Azzam Shihab, M. Quraish. 1996. Wawasan Al-Qur'an. Bandung Mizan Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir Al-Misbah Pesan dan Keserasian Al-Qur'an. Jakarta Lentera Hati
Tujuanpenelitian ini yaitu ingin mengetahui hadis-hadis yang dijadikan pijakan dalam berseni tari dan mengetahui kedudukan seni tari menurut hadis serta pemahaman dan implementasinya melalui penelitian yang berjudul "Seni Tari dalam Perspektif Hadis" Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yaitu melakukan peninjauan terhadap kajian kepustakaan (library research) yang merupakan sebuah proses dalam pengumpulan data pada sumber latar belakang alamiah.
loading...Patung Salahuddin Al-Ayyubi di Kerak, Yordania. Foto/Ilustrasi/Wikipedia Al-Quran secara tegas dan dengan bahasa yang sangat jelas berbicara tentang patung pada tiga surat Al-Quran. Baca Juga Dalam surat Al-Anbiya 21 51-58 diuraikan tentang patung-patung yang disembah oleh ayah Nabi Ibrahim dan kaumnya. Sikap Al-Quran terhadap patung-patung itu, bukan sekadar menolaknya, tetapi merestui جُذَاذًا إِلَّا كَبِيرًا لَهُمْ لَعَلَّهُمْ إِلَيْهِ يَرْجِعُونَ“Maka Ibrahim menjadikan berhala-berhala itu hancur berpotong-potong, kecuali yang terbesar induk dari patung-patung yang lain, agar mereka kembali untuk bertanya kepadanya QS Al-Anbiya 58. Baca Juga Quraish Shihab dalam Wawasan Al-Quran, Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat, menjelaskan, ada satu catatan kecil yang dapat memberikan arti dari sikap Nabi Ibrahim di atas, yaitu bahwa beliau menghancurkan semua berhala kecuali satu yang terbesar. Membiarkan satu di antaranya dibenarkan, karena ketika itu berhala tersebut diharapkan dapat berperan sesuai dengan ajaran tauhid. Melalui berhala itulah Nabi Ibrahim membuktikan kepada mereka bahwa berhala -betapapun besar dan indahnya- tidak wajar untuk بَلْ فَعَلَهُ كَبِيرُهُمْ هَٰذَا فَاسْأَلُوهُمْ إِنْ كَانُوا يَنْطِقُونَفَرَجَعُوا إِلَىٰ أَنْفُسِهِمْ فَقَالُوا إِنَّكُمْ أَنْتُمُ الظَّالِمُونَSebenarnya patung yang besar inilah yang melakukannya penghancuran berhala-berhala itu. Maka tanyakanlah kepada mereka jika mereka dapat berbicara. Maka mereka kembali kepada kesadaran diri mereka, lalu mereka berkata, Sesungguhnya kami sekalian adalah orang-orang yang menganiaya diri sendiri QS Al-Anbiya 63-64 Baca Juga Sekali lagi Nabi Ibrahim AS. tidak menghancurkan berhala yang terbesar pada saat berhala itu difungsikan untuk satu tujuan yang benar. Jika demikian, yang dipersoalkan bukan berhalanya, tetapi sikap terhadap berhala, serta peranan yang diharapkan surat Saba 34 12-13 diuraikan tentang nikmat yang dianugerahkan Allah kepada Nabi Sulaiman, yang antara lain adalah,يَعْمَلُونَ لَهُ مَا يَشَاءُ مِنْ مَحَارِيبَ وَتَمَاثِيلَ وَجِفَانٍ كَالْجَوَابِ وَقُدُورٍ رَاسِيَاتٍ ۚ اعْمَلُوا آلَ دَاوُودَ شُكْرًا ۚ وَقَلِيلٌ مِنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ"Para jin itu membuat untuk Sulaiman apa yang dikehendakinya dari gedung-gedung yang tinggi dan patung-patung dan piring-piring yang besarnya seperti kolam dan periuk yang tetap berada di atas tungku. Bekerjalah hai keluarga Daud untuk bersyukur kepada Allah. Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang berterima kasih. QS Saba 13. Baca Juga Dalam Tafsir Al-Qurthubi disebutkan bahwa patung-patung itu terbuat dari kaca, marmer, dan tembaga, dan konon menampilkan para ulama dan nabi-nabi terdahulu. Di sini, patung-patung tersebut -karena tidak disembah atau diduga akan disembah- maka keterampilan membuatnya serta pemilikannya dinilai sebagai bagian dari anugerah Ilahi. Baca Juga Dalam Al-Quran surat Ali Imran 3 48-49 dan Al-Maidah 5 110 diuraikan mukjizat Nabi Isa antara lain adalah menciptakan patung berbentuk burung dari tanah liat dan setelah ditiupnya, kreasinya itu menjadi burung yang sebenarnya atas izin إِلَىٰ بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنِّي قَدْ جِئْتُكُمْ بِآيَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ ۖ أَنِّي أَخْلُقُ لَكُمْ مِنَ الطِّينِ كَهَيْئَةِ الطَّيْرِ فَأَنْفُخُ فِيهِ فَيَكُونُ طَيْرًا بِإِذْنِ اللَّهِ ۖ وَأُبْرِئُ الْأَكْمَهَ وَالْأَبْرَصَ وَأُحْيِي الْمَوْتَىٰ بِإِذْنِ اللَّهِ ۖ وَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا تَأْكُلُونَ وَمَا تَدَّخِرُونَ فِي بُيُوتِكُمْ ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَةً لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَDan sebagai Rasul kepada Bani Israil yang berkata kepada mereka "Sesungguhnya aku telah datang kepadamu dengan membawa sesuatu tanda mukjizat dari Tuhanmu, yaitu aku membuat untuk kamu dari tanah berbentuk burung; kemudian aku meniupnya, maka ia menjadi seekor burung dengan seizin Allah; dan aku menyembuhkan orang yang buta sejak dari lahirnya dan orang yang berpenyakit sopak; dan aku menghidupkan orang mati dengan seizin Allah; dan aku kabarkan kepadamu apa yang kamu makan dan apa yang kamu simpan di rumahmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu adalah suatu tanda kebenaran kerasulanku bagimu, jika kamu sungguh-sungguh beriman.QS Ali Imran 49.
A Perspektif al-Qur'an tentang Seni Rupa 53 B. Perspektif Hadis tentang Seni Rupa 65 C. Signifikansi Seni Rupa dalam Konteks Kekinian 71 BAB V, PENUTUP 80 A. Kesimpulan 80 B. Saran 82 Daftar Pustaka 84 Biografi 87 Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (21.02.2019) xiii ABSTRAK Selama ini pengetahuan mengenai seni, khususnya seni rupa
Karya seni rupa 2 dimensi yaitu karya seni rupa yang memiliki panjang dan lebar. Di Dalam Al-Quran, Allah menyebut beberapa karya seni rupa 2 dimensi, yaitu sebagai berikut 1. Kain Katakanlah kepada wanita yang beriman "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang biasa nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan KAIN kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan terhadap wanita atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. An-Nuur 31 Ingatlah, sesungguhnya orang munafik itu memalingkan dada mereka untuk menyembunyikan diri daripadanya Muhammad. Ingatlah, di waktu mereka menyelimuti dirinya dengan KAIN, Allah mengetahui apa yang mereka sembunyikan dan apa yang mereka lahirkan, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala isi hati. Huud 5 2. Kertas Dan kalau Kami turunkan kepadamu tulisan di atas KERTAS, lalu mereka dapat menyentuhnya dengan tangan mereka sendiri, tentulah orang-orang kafir itu berkata "Ini tidak lain hanyalah sihir yang nyata." Al-An’aam 7 3. Lembaran-Lembaran Kitab Dan mereka tidak menghormati Allah dengan penghormatan yang semestinya, di kala mereka berkata "Allah tidak menurunkan sesuatupun kepada manusia." Katakanlah "Siapakah yang menurunkan kitab Taurat yang dibawa oleh Musa sebagai cahaya dan petunjuk bagi manusia, kamu jadikan kitab itu LEMBARAN-LEMBARAN kertas yang bercerai-berai, kamu perlihatkan sebahagiannya dan kamu sembunyikan sebahagian besarnya, padahal telah diajarkan kepadamu apa yang kamu dan bapak-bapak kamu tidak mengetahuinya ?" Katakanlah "Allah-lah yang menurunkannya", kemudian sesudah kamu menyampaikan Al Quran kepada mereka, biarkanlah mereka bermain-main dalam kesesatannya. Al-An’aam 91 Ataukah belum diberitakan kepadanya apa yang ada dalam LEMBARAN-LEMBARAN Musa? An-Najm 36 pada LEMBARAN yang terbuka, Ath-Thuur 3 Subhanallah, Maha Suci Allah - Unknown خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ artinya "Sebaik-Baik Kalian Adalah Orang Yang Belajar Al-Quran Dan Mengajarkannya."
1 Uji otentisitas hadis tentang melukis Terdapat beberapa pokok yang merupakan obyek penting dalam meneliti suatu hadits, yaitu meneliti sanad dari segi kualitas perawi dan persambungan sanadnya, meneliti matan, kehujjahan serta pemaknaan haditsnya. Hadis yang diriwayatkan oleh Muslim tersebut memiliki sanad 65
Asy'ari, M. 2007, juni. Islam dan Seni. Hunafa, 4, 169. Fahrudin. 2015, 12 10. Kenapa Ya, Islam Melarang Pembuatan Patung? Retrieved Januari 17, 2020, from Keagamaan, P. L. 2012. Ekspresi Seni dalam Islam,Kajian atas Pemikiran Ismail Raji Al-Faruqi. Suhuf, 5, 271. Muhammadiyah, T. F. 2016, april 17. Hukum Seni Budaya Dalam Islam, Tanya Jawab Hukum islam. Retrieved Januari 17, 2020, from diakses pada atanggal 17 januari 2020 pada jam Nanang, R. 2012, Juni. KEDUDUKAN SENI DALAM ISLAM . TSAQOFA, 1Kajian Seni Budaya Islam, 57. Nasaruddin, U. 2017, 22 2. Islam dan Dunia Seni. Retrieved Januari 13, 2020, from Nasaruddin Umar Shihab, Q. M. 2018. Retrieved Januari 17, 2020, from SENI DALAM PANDANGAN Al-QUR'AN Wikipedia. 2019. Hossein_Nasr. Retrieved Januari 16, 2020, from wikipedia. 2019. Ismail+Raji+al-Faruqi,. Retrieved Januari 16, 2020, from Wikipedia. 2019. Quraish_Shihab,. Retrieved Januari 17, 2020, from
BX8sS6V. 081al5arb4.pages.dev/202081al5arb4.pages.dev/42081al5arb4.pages.dev/367081al5arb4.pages.dev/206081al5arb4.pages.dev/82081al5arb4.pages.dev/74081al5arb4.pages.dev/384081al5arb4.pages.dev/282081al5arb4.pages.dev/149
hadits tentang seni rupa